Contents
Nilai tukar mempengaruhi permintaan agregat melalui efeknya terhadap ekspor dan impor. Secara spesifik, itu mempengaruhi harga relatif barang diimpor atau diekspor dan pada akhirnya, mempengaruhi daya saing dan permintaan terhadap mereka. Misalnya, apresiasi membuat harga barang yang diekspor menjadi lebih mahal bagi orang asing, menurunkan permintaan mereka. Sebaliknya, itu membuat harga barang yang diimpor menjadi lebih murah bagi pembeli domestik. Sebagai hasilnya, ekspor menurun dan impor meningkat, menurunkan permintaan agregat.
Sebagaimana yang didefinisikan oleh ekonom, permintaan agregat terdiri dari konsumsi rumah tangga, investasi bisnis, pengeluaran pemerintah dan ekspor neto. Yang terakhir adalah selisih antara ekspor dengan impor.
- Permintaan agregat = Konsumsi rumah tangga + Investasi bisnis + Pengeluaran pemerintah + Ekspor neto
- Permintaan agregat = Konsumsi rumah tangga + Investasi bisnis + Pengeluaran pemerintah + (Ekspor – Impor)
Sebagaimana dalam rumus, perubahan dalam ekspor neto berdampak langsung pada permintaan agregat. Misalnya, jika ekspor neto positif (ekspor melebihi impor, disebut juga dengan surplus dagang), itu menambah permintaan agregat. Sebaliknya, ekspor neto yang negatif (impor melebihi ekspor, disebut dengan defisit dagang) mengurangi permintaan agregat.
Mengapa nilai tukar mempengaruhi ekspor dan impor?
Perdagangan internasional tidak hanya melibatkan barang dan jasa, tetapi juga mata uang sebagai alat pembayaran. Misalnya, ketika mengimpor, kita harus membayarnya dalam dolar dengan menukar mata uang domestik. Sebaliknya, ketika kita mengekspor, kita mendapatkan dolar sebagai pembayaran dan mentranslasikannya ke dalam mata uang domestik untuk membeli barang dan jasa di perekonomian.
Sehingga, ketika mata uang domestik berharga lebih tinggi atau lebih rendah terhadap dolar, itu akhirnya mempengaruhi harga relatif barang dan jasa yang diekspor dan diimpor. Dan kita menyebut harga mata uang domestik terhadap dolar sebagai nilai tukar.
Jika mata uang domestik menjadi lebih lemah terhadap dolar, barang domestik menjadi lebih murah bagi pembeli di luar negeri ketika dikonversikan ke dolar. Sebaliknya, nilai tukar yang lebih lemah membuat pembeli domestik membayar lebih mahal untuk barang yang diimpor karena harus menukar lebih banyak mata uang domestik untuk mendapatkan 1 dollar.
Efek sebaliknya berlaku ketika mata uang domestik menjadi lebih kuat terhadap dolar. Barang yang diekspor menjadi lebih mahal bagi pembeli di luar negeri. Sebaliknya, barang yang diimpor menjadi lebih murah bagi pembeli domestik.
Cara kerja nilai tukar mempengaruhi ekspor dan impor
Mari kita ambil kasus yang disederhanakan. Asumsikan, nilai tukar euro terhadap dolar AS adalah EUR1,5/USD. Sebuah perusahaan Eropa mengekspor produknya ke pasar Amerika Serikat dan menjualnya dengan harga EUR6 per unit. Kemudian, perusahan tersebut mengimpor bahan baku dari Amerika Serikat seharga USD3 per unit.
Katakanlah, nilai tukar berubah menjadi EUR2/USD. Orang Eropa mengatakan euro terdepresiasi karena mereka harus mengeluarkan 2 euro untuk mendapatkan 1 dollar AS, lebih banyak daripada sebelumnya (1,5 euro). Dengan kata lain, nilai tukar euro lebih lemah.
Sebaliknya, bagi orang Amerika, dolar AS terapresiasi. Itu karena dengan menukar 1 dolar, mereka mendapatkan 2 euro, lebih banyak daripada sebelumnya (1,5 euro). Orang Amerika akan mengatakan dolar lebih kuat terhadap euro.
Sekarang, asumsikan harga bahan baku tidak berubah. Bagi perusahaan Eropa tersebut, bahan baku yang diimpor menjadi lebih mahal karena depresiasi. Sebelumnya, mereka hanya mengeluarkan 4,5 euro (USD3 per unit x EUR1,5/USD) dan mengkonversinya menjadi 3 dolar AS untuk membeli satu unit. Tapi, karena euro terdepresiasi, mereka harus mengeluarkan 6 euro [USD3 x EUR2/USD].
Sebaliknya, bagi orang Amerika, perubahan nilai tukar tersebut membuat produk Eropa tersebut menjadi lebih murah. Untuk mendapatkan 1 unit, mereka hanya mengeluarkan 3 dolar [EUR6 per unit / (EUR2/USD)] untuk menukarnya menjadi 6 euro dan membeli produk tersebut. Itu lebih sedikit daripada sebelumnya ketika nilai tukar sama dengan EUR1,5/USD, di mana mereka harus menukar 4 dolar [EUR6 per unit / (EUR1,5/USD)] untuk mendapatkan produk tersebut.
Sebaliknya, jika nilai tukar berubah menjadi EUR1/USD, maka bahan baku menjadi lebih murah bagi perusahan eropa tersebut karena mereka hanya butuh 3 euro (USD3 per unit x EUR1=/USD) untuk membeli 1 unit. Sebaliknya, produk tersebut menjadi lebih mahal bagi orang Amerika karena harus mengeluarkan 6 dolar AS [EUR6 per unit / (EUR1/USD)] untuk membeli 1 unit.
Poin penting dari contoh diatas adalah bagaimana perubahan dalam nilai tukar mempengaruhi harga relatif barang yang diekspor dan diimpor meski produsen tidak mengubah harga jual dalam mata uang asal mereka. Sehingga, karena fluktuasi nilai tukar mempengaruhi harga, itu pada akhirnya mempengaruhi daya saing dan permintaan terhadap mereka.
Kasus di atas adalah contoh yang disederhanakan. Perhitungan aktual mungkin akan lebih kompleks.
Bagaimana nilai tukar mempengaruhi permintaan agregat dan perekonomian?
Sebelum melanjutkan, pada subheading ini, asumsikan anda adalah orang Jerman dan Amerika Serikat adalah mitra dagang anda. Selain itu, asumsikan neraca dagang negara anda adalah berimbang, di mana ekspor sama dengan impor.
- Jika euro terapresiasi, anda mendapatkan dolar AS lebih banyak dari sebelumnya untuk setiap 1 euro yang anda tukar.
- Jika euro terdepresiasi, anda mendapatkan dolar AS lebih sedikit dari sebelumnya untuk setiap 1 euro yang anda tukar.
Bagaimana apresiasi dan depresiasi tersebut mempengaruhi neraca dagang dan akhirnya ekspor neto dan permintaan agregat, mari kita lihat satu per satu.
Efek depresiasi
Ketika euro terdepresiasi terhadap dolar AS, euro menjadi kurang bernilai ketika anda menukarnya ke dolar AS. Sehingga, anda harus menggunakan lebih banyak euro untuk mendapatkan satu dollar AS.
Karena euro lebih lemah terhadap dolar AS, akibatnya, produk Amerika menjadi lebih mahal bagi anda. Anda harus mengeluarkan euro lebih banyak untuk membeli produk tersebut. Konsekuensinya, anda dan pembeli domestik lainnya mungkin mengurangi permintaan, menurunkan produk yang diimpor. Anda mungkin mencari alternatif lain yang lebih murah.
Sebaliknya, depresiasi membuat barang-barang yang diekspor menjadi lebih murah bagi pembeli di Amerika. Mereka harus membayar lebih sedikit untuk mendapatkan jumlah yang sama. Akibatnya, barang yang diekspor menjadi lebih berdaya saing di pasar Amerika, mendorong ekspor untuk meningkat.
Karena impor cenderung menurun dan ekspor cenderung naik, neraca dagang menjadi surplus (ekspor neto positif). Konsekuensinya, itu meningkatkan permintaan agregat dan merangsang pertumbuhan ekonomi domestik yang lebih tinggi karena produsen berusaha domestik meningkatkan output untuk mengekspor lebih banyak.
Meskipun demikian, depresiasi mungkin juga berkontribusi pada imported inflation. Tanpa substitusi di pasar domestik, depresiasi mengakibatkan produsen domestik harus membayar lebih mahal ketika membeli bahan baku dari Amerika. Karena harga naik, biaya produksi juga naik. Akhirnya, mereka menaikkan harga jual untuk mempertahankan laba.
Efek apresiasi
Apresiasi menurunkan ekspor tapi meningkatkan impor. Barang yang diekspor menjadi lebih mahal bagi pembeli di Amerika Serikat. Sebaliknya, barang yang diimpor menjadi lebih murah bagi anda dan pembeli domestik lainnya. Akhirnya, itu meningkatkan permintaan impor tapi menurunkan permintaan ekspor.
Karena ekspor turun sementara impor meningkat, neraca dagang mengarah pada defisit (ekspor neto negatif). Sebagaimana dalam rumus di atas, defisit mengurangi permintaan agregat. Situasi ini bisa melemahkan pertumbuhan ekonomi domestik karena produsen berorientasi ekspor mengurangi output mereka.
Meski produsen berorientasi ekspor mempertahankan harga jual, tapi produk mereka menjadi lebih mahal bagi orang Amerika karena apresiasi. Akibatnya, daya saing mereka di pasar Amerika Serikat turun. Orang Amerika kemudian mengurangi permintaan mereka dan mencari alternatif yang lebih murah. Situasi ini mengarah pada penurunan ekspor.
Di sisi lain, produk Amerika menjadi lebih murah bagi pembeli domestik akibat apresiasi. Mereka menjadi lebih menarik bagi pembeli domestik dan karena itu mendorong mereka untuk meningkatkan permintaan. Beberapa mungkin beralih dari produk domestik ke produk Amerika. Sebagai hasilnya, situasi ini mengarah pada peningkatan impor.
Bacaan selanjutnya
- Bagaimana Kebijakan Fiskal Mempengaruhi Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Bagaimana Kekayaan Rumah Tangga Mempengaruhi Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Bagaimana Nilai Tukar Mempengaruhi Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Cara Kebijakan Moneter Mempengaruhi Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Guncangan Permintaan: Definisi dan Penjelasan Singkat
- Kepercayaan Bisnis: Pengaruhnya Terhadap Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Kepercayaan Konsumen: Efeknya Terhadap Permintaan Agregat dan Perekonomian
- Kurva Permintaan Agregat: Concept, Alasan Miring ke Bawah, dan Faktor yang Mempengaruhi
- Permintaan Agregat: Definisi, Alasan Miring, Determinan
- Utilisasi Kapasitas: Hubungannya Dengan Profitabilitas, Permintaan Agregat dan Ekonomi