Kecenderungan mengkonsumsi marjinal (marginal propensity to consume atau MPC) adalah bagian dari pendapatan disposabel (disposable income) tambahan yang digunakan konsumen untuk membeli barang dan jasa. Kita menghitungnya dengan membagi perubahan dalam pengeluaran konsumsi dengan perubahan dalam disposable income.
Formula dan contoh perhitungan kecenderungan mengkonsumsi marjinal
Para ekonom membagi pengeluaran rumah tangga menjadi dua, yaitu konsumsi dan tabungan. Jadi, berapa banyak uang yang dihabiskan untuk konsumsi? Itu akan sama dengan pendapatan disposabel dikurangi uang yang ditabung.
Konsumsi = Penghasilan disposabel – Tabungan
Karena alasan ini, nilai MPC akan berada antara 0 dan 1. Nilai MPC 0 berarti semua pendapatan tambahan ditabung, dan 1 berarti pendapatan tambahan dihabiskan untuk barang dan jasa.
MPC = Perubahan dalam pengeluaran konsumsi/Perubahan dalam pendapatan disposabel
Atau
MPC = 1 – Kecenderungan marjinal untuk menabung (maginal propensity to save atau MPS)
Misalnya, jika sebuah rumah tangga mendapatkan penghasilan tambahan Rp100.000, di mana Rp60.000 dihabiskan untuk barang, dan Rp40.000 ditabung, maka MPC 0,6, sedangkan MPS 0,4.
Mengapa kecenderungan mengkonsumsi marjinal adalah penting
MPC sangat penting dalam menganalisis dampak konsumsi terhadap perekonomian. Konsumsi meningkat ketika pendapatan disposabel meningkat. Secara keseluruhan, seberapa besar pengaruh peningkatan pendapatan disposabel pada konsumsi rumah tangga akan tergantung pada MPC.
Rumah tangga berpenghasilan tinggi biasanya memiliki MPC yang lebih rendah. Ketika penghasilan mereka naik, mereka akan menabung lebih banyak, misalnya, dengan menginvestasikannya dalam bentuk saham atau surat utang. Alasannya, dengan pendapatan yang ada, mereka telah mampu memenuhi kebutuhan mereka dan sudah memiliki sebagian besar barang yang mereka inginkan.
Sebaliknya, MPC biasanya tinggi untuk rumah tangga berpendapatan rendah. Ketika mereka mendapatkan penghasilan tambahan, mereka cenderung mencurahkan lebih banyak porsi untuk konsumsi subsisten.
Efek pengganda ekonomi
Keynesian menggunakan kecenderungan marginal untuk mengkonsumsi konsep untuk menjelaskan efek pengganda konsumsi terhadap ekonomi. Keynesian berpendapat bahwa kebijakan fiskal, seperti pengeluaran pemerintah, menciptakan banyak efek dan dapat mengarah pada pertumbuhan PDB riil yang lebih tinggi.
Misalnya, ketika pemerintah meningkatkan pengeluaran seperti untuk proyek kereta api, itu menyebabkan peningkatan permintaan barang dan jasa seperti baja. Bisnis meresponsnya dengan meningkatkan output mereka dan mempekerjakan lebih banyak pekerja untuk meningkatkan produksi.
Aktivitas bisnis menguat, dan penciptaan lapangan kerja meningkat. Situasi bisnis yang lebih menguntungkan akan meningkatkan prospek pendapatan rumah tangga. Banyak rumah tangga kemudian membelanjakan lebih banyak untuk barang dan jasa.
Pengeluaran konsumen yang kuat akan membutuhkan produksi tambahan. Sekali lagi, bisnis akan meningkatkan output mereka untuk memenuhi permintaan tambahan. Perusahaan, tentu saja, mempekerjakan lebih banyak pekerja untuk meningkatkan produksi. Pendapatan rumah tangga meningkat, membuat mereka membelanjakan lebih banyak untuk barang dan jasa. Proses berlanjut dan menciptakan pengganda pada output dan pendapatan.
Efek serupa berlaku untuk kebijakan pajak. Ketika pemerintah menurunkan tarif pajak, rumah tangga memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan untuk barang dan jasa (pendapatan disposabel meningkat). Permintaan yang lebih tinggi untuk produk akan merangsang bisnis untuk meningkatkan output dan mempekerjakan lebih banyak pekerja.
Ukuran pengganda tergantung pada seberapa banyak rumah tangga membelanjakan penghasilan tambahan untuk barang dan jasa (atau kecenderungan mengkonsumsi marjinal). Semakin tinggi kecenderungan mengkonsumsi marjinal, semakin besar efek pengganda. Keynes kemudian merumuskan efek pengganda konsumsi sebagai berikut:
Pengganda Keynesian = 1/(1-MPC)
Faktor penentu kecenderungan mengkonsumsi marjinal
Banyak faktor yang menentukan kecenderungan mengkonsumsi marjinal, termasuk pajak, tingkat pendapatan, kekayaan, ketersediaan kredit, suku bunga, harga barang, dan kepercayaan konsumen.
Penghasilan disposabel merupakan penghasilan yang tersisa setelah rumah tangga membayar pajak. Oleh karena itu, semakin tinggi tarif pajak, semakin rendah pendapatan disposabel . Jika kita memperhitungkan dampak pajak, maka kita harus memodifikasi rumus di atas menjadi:
Pengganda Keynesian = 1/[1-MPC (1 – tarif pajak)]
Selain itu, pengeluaran konsumsi masing-masing individu juga bervariasi berdasarkan tingkat pendapatan mereka. Biasanya, individu berpenghasilan tinggi cenderung menghabiskan lebih sedikit untuk barang dan jasa daripada individu berpenghasilan rendah.
Konsumen juga mengandalkan kredit untuk membeli beberapa barang, seperti perumahan dan kendaraan. Mau tidak mau, suku bunga dan ketersediaan kredit menjadi penentu. Suku bunga tinggi membuat biaya pinjaman lebih mahal; oleh karena itu, mereka cenderung menunda pembelian tersebut. Di sisi lain, konsumen lebih suka menabung karena pengembalian lebih tinggi ketika suku bunga naik.
Kepercayaan konsumen juga merupakan faktor penting berikutnya. Jika konsumen optimis tentang pendapatan dan pekerjaan masa depan mereka, mereka kemungkinan akan berbelanja sekarang. Sebaliknya, ketika mereka pesimis, mereka akan cenderung untuk menabung lebih banyak, mengantisipasi kondisi buruk di masa depan.