Contents
Konsumsi rumah tangga (household consumption) mengacu pada pengeluaran akhir rumah tangga untuk barang dan jasa. Barang bisa diklasifikasikan menjadi barang tahan lama dan tidak tahan lama.
Konsumsi rumah tangga adalah indikator kunci untuk menganalisis permintaan dalam perekonomian. Konsumsi biasanya menyumbang persentase besar terhadap produk domestik bruto (PDB). Bahkan, di beberapa negara, persentasenya mencapai lebih dari 50%.
Juga dikenal sebagai pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga atau pengeluaran rumah tangga.
Faktor yang mempengaruhi konsumsi rumah tangga
Pendapatan adalah faktor utama penentu konsumsi rumah tangga. Tanpa pendapatan, rumah tangga tidak memiliki uang untuk membeli barang dan jasa.
Selain pendapatan, ada sejumlah faktor lain yang mempengaruhi konsumsi rumah tangga, diantaranya:
- Kekayaan
- Ekspektasi pendapatan di masa depan
- Suku bunga
- Inflasi
- Distribusi pendapatan
- Faktor demografis
- Selera dan preferensi
Pendapatan disposabel
Dalam ekonomi makro, di antara beberapa variabel, pendapatan disposabel adalah penentu utama konsumsi. Ekonom menyatakan konsumsi rumah tangga sebagai fungsi dari pendapatan disposabel.
Kita menghitung pendapatan disposable dengan mengurangi pajak dari pendapatan rumah tangga. Penghasilan di sini termasuk yang diterima dari pembayaran transfer.
Pendapatan disposabel = Pendapatan – Pajak
Jadi, pendapatan disposabel meningkat ketika:
- Pendapatan sebelum pajak naik
- Pajak pendapatan turun
Dari pendapatan disposabel, rumah tangga memiliki dua pilihan utama, ditabung atau dikonsumsi. Tambahan 1 rupiah dari pendapatan yang dialokasikan untuk konsumsi mengacu pada kecenderungan mengkonsumsi marjinal (marginal propensity go consume atau MPC). Sementara itu, ekstra yang disimpan disebut sebagai kecenderungan menabung marginal (marginal propensity to save atau MPS).
MPC plus MPS harus sama dengan 1. Konsep MPC berguna untuk menjelaskan efek pengganda (multiplier effect) konsumsi terhadap perekonomian. MCP yang tinggi meningkatkan efek konsumsi terhadap perekonomian.
Pengganda = 1 / (1-MPC)
Kekayaan
Kekayaan rumah tangga terdiri dari aset riil dan aset keuangan. Ketika harga aset keuangan seperti saham dan obligasi naik, kekayaan rumah tangga meningkat.
Kekayaan yang lebih tinggi mendorong rumah tangga mendorong konsumsi lebih tinggi. Ketika aset mereka naik, mereka merasa telah mencapai target pengumpulan kekayaan. Oleh karena itu, mereka akan menghabiskan setiap tambahan pendapatan ke konsumsi barang dan jasa.
Kita menyebut hubungan harga aset dan pengeluaran sebagai “efek kekayaan”.
Perlu anda ingat. Pada kasus ini, kita menganggap bahwa liabilitas (seperti pinjaman hipotek) tidak berubah.
Ekspektasi pendapatan di masa depan
Optimisme rumah tangga mempengaruhi perilaku mereka dalam menghabiskan uang. Jika rumah tangga optimis pendapatan mereka di masa depan akan naik, pengeluaran saat ini meningkat. Kondisi ini umumnya terjadi ketika pertumbuhan ekonomi sedang berekspansi.
Ekspansi ekonomi membawa kondisi yang lebih makmur. Tingkat pengangguran rendah dan prospek pendapatan membaik.
Sebaliknya, selama resesi, tekanan ke bawah atas pendapatan dan konsumsi meningkat. Rumah tangga menjadi lebih pesimis tentang pekerjaan dan pendapatan mereka. Penyusutan aktivitas ekonomi mengindikasikan bahwa bisnis kemungkinan akan memangkas jumlah pegawai mereka, mendorong tingkat pengangguran yang lebih tinggi.
Suku bunga
Suku bunga mempengaruhi konsumsi rumah tangga dan perilaku menabung. Peningkatan suku bunga merangsang rumah tangga untuk menabung lebih banyak demi mendapatkan pendapatan bunga yang lebih tinggi. Karena rumah tangga menabung lebih banyak, alokasi untuk konsumsi berkurang.
Selain itu, suku bunga juga membuat biaya pinjaman menjadi lebih mahal. Rumah tangga seringkali bergantung pada pinjaman bank untuk membeli barang-barang seperti mobil dan rumah. Oleh karena itu, ketika suku bunga naik, mereka akan cenderung menunda pembelian semacam itu.
Sebaliknya, suku bunga yang lebih rendah mengurangi biaya pinjaman. Rumah tangga biasanya akan mengajukan pinjaman baru untuk memfasilitasi pembelian barang tahan lama.
Selain itu, suku bunga rendah berarti pendapatan bunga juga rendah. Akibatnya, mereka kemungkinan akan menabung lebih sedikit.
Inflasi
Inflasi dan ekspektasi inflasi mempengaruhi keputusan konsumsi, terutama melalui efeknya terhadap pendapatan riil dan tingkat bunga riil.
Misalnya, ketika rumah tangga mengekspektasikan inflasi akan lebih tinggi, mereka lebih cenderung membeli barang tahan lama sekarang. Itu karena pendapatan saat ini memiliki daya beli yang lebih besar daripada di masa depan.
Sebaliknya, jika rumah tangga mengekspektasikan bulan depan akan deflasi (penurunan harga), mereka akan menunda pembelian saat ini. Mereka akan membeli di bulan depan, mengharapkan akan mendapatkan harga yang lebih rendah.
Distribusi pendapatan
Rumah tangga berpenghasilan tinggi cenderung memiliki MPS yang lebih kecil daripada mereka yang berpenghasilan rendah. Dengan demikian, program distribusi pendapatan (seperti pembayaran transfer) dapat mendorong konsumsi rumah tangga berpenghasilan rendah yang lebih besar.
Faktor demografis
Ini termasuk usia, pendidikan, dan ukuran keluarga. Mereka mempengaruhi pola konsumsi oleh rumah tangga.
Selera dan preferensi
Faktor-faktor ini sulit diukur dan berubah seiring waktu. Ekonom biasanya tidak mencoba menjelaskan variabel-variabel ini. Faktor-faktor tersebut lebih tergantung pada kekuatan psikologis, yang mana berada di luar bidang ekonomi.
Mengapa konsumsi rumah tangga penting
Studi tentang teori konsumsi telah membantu para ekonom merumuskan berbagai teori seperti konsep surplus konsumen, hukum utilitas marginal yang menurun dan hukum permintaan. Teori-teori tersebut membantu memahami bagaimana perilaku individu mempengaruhi input dan output dalam perekonomian.
Konsumsi memainkan peran penting dalam teori pendapatan dan pekerjaan. Ekonom Keynesian menyatakan bahwa jika mengkonsumsi barang dan jasa tidak meningkatkan permintaan barang dan jasa tersebut, itu menyebabkan penurunan produksi.
Penurunan produksi berarti bisnis akan memberhentikan pekerja, yang mengakibatkan pengangguran. Tingkat pengangguran tinggi berarti semakin banyak orang kehilangan pendapatan. Itu pada akhirnya mengurangi konsumsi lebih lanjut.
Efek konsumsi rumah tangga terhadap siklus bisnis
Pengeluaran konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 55% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sepertiga sisanya merupakan pengeluaran pemerintah dan ekspor neto.
Konsumsi terbagi kedalam tiga kategori:
- Barang tahan lama yang didefinisikan sebagai barang dengan masa manfaat lebih dari tiga tahun
- Barang tidak tahan lama seperti makanan dan minuman, yang mana habis sekali dikonsumsi.
- Jasa, yang merupakan tindakan membantu atau melakukan pekerjaan untuk pihak lain.
Pengeluaran konsumsi dapat membantu memahami fluktuasi dalam siklus bisnis. Selama fase resesi ekonomi, pengeluaran untuk barang tahan lama berkurang. Mereka mahal dan untuk membelinya, rumah tangga sering meminjam ke bank. Oleh karena itu, selama periode ini, mereka akan menunda pembelian sampai kondisi ekonomi membaik.
Ketika pemulihan ekonomi berlangsung, pengeluaran untuk barang tahan lama meningkat. Karena harganya relatif mahal, konsumen biasanya akan merenungkan matang-matang sebelum membeli.
Ketika mereka melihat perekonomian akan lebih baik di masa mendatang, mereka akan segera membelinya. Terlebih, dalam situasi ini, suku bunga biasanya masih akan rendah karena bank sentral kemungkinan masih mempertahankan suku bunga rendah. Bank sentral akan menaikkan suku bunga ketika perekonomian memasuki fase ekspansi.
Karena itu, membeli barang tahan lama di awal pemulihan ekonomi adalah masuk akal. Pada akhirnya, konsumsi untuk barang tahan lama tersebut akan meningkatkan permintaan agregat dalam perekonomian. Itu akan merangsang bisnis untuk meningkatkan output. Dan pada akhirnya, itu akan membawa perekonomian menuju fase ekspansi.