Contents
Proses rantai pasokan
Rantai pasokan (supply chain) adalah jaringan terlibat dalam menyampaikan produk ke pelanggan. Secara garis besar, itu meliputi pengadaan input hingga mengirimkan produk ke pelanggan. Sementara jika kita perinci, itu melibatkan:
- Mengekstraksi bahan baku atau mendapatkan input
- Mengkonversi bahan baku menjadi produk
- Mendistribusikan produk
- Menyampaikan produk ke pelanggan
Rantai pasokan tidak hanya melibatkan beragam aktivitas. Tapi, itu juga melibatkan beragam individu, organisasi, sumber daya, dan teknologi.
Contoh rantai pasokan
Di bisnis manufaktur, proses rantai pasokan mencakup:
- Pengadaan – membeli bahan baku dan komponen dari pemasok.
- Inbound logistic – mengirimkan bahan baku dan komponen ke pabrik atau gudang perusahaan.
- Persediaan (inventory) – mengelola persediaan bahan baku atau output akhir.
- Produksi (production) – bahan baku dan komponen memasuki proses produksi untuk dikonversi.
- Outbound logistic – mengirimkan output ke pelanggan.
Mengelola rantai pasokan membutuhkan perusahaan untuk mengelola dua aliran:
- Aliran produk
- Aliran informasi
Aliran produk mencakup bahan mentah dan komponen hingga barang jadi. Ketika barang rusak atau dikembalikan, mereka dapat ditransfer kembali ke rantai pasokan.
Demikian juga, dalam model ekonomi sirkuler, barang yang sudah kita pakai tidak serta merta dibuang. Komponennya akan didaur ulang menjadi bahan baku untuk menghasilkan barang baru. Misalnya, limbah plastik diproses menjadi pelet untuk membuat produk plastik baru.
Aliran informasi melibatkan berbagi data antar pelaku kepentingan, termasuk pemasok, distributor dan pelanggan. Itu mencakup data-data tentang pesanan, pembayaran, proses pengiriman, pergudangan, tingkat persediaan dan lain sebagainya. Perusahaan biasanya mengelolanya secara elektronik seperti melalui komputasi awan dan sistem perencanaan sumber daya perusahaan (ERP).
Rantai nilai vs. rantai pasokan
Jika rantai pasokan adalah tentang sistem daya yang terlibat untuk memindahkan produk dari pemasok ke pelanggan. Rantai nilai berurusan dengan bagaimana menciptakan nilai di setiap aktivitas yang dilakukan di sepanjang rantai.
Rantai nilai merujuk pada berbagai aktivitas atau fungsi di mana perusahaan potensial untuk menambahkan nilai. Model terkenal adalah rantai nilai Porter.
Rantai nilai Porter membagi aktivitas untuk menciptakan nilai ke dalam dua kelompok:
- Kegiatan utama
- Kegiatan pendukung
Kegiatan utama mencakup:
- Logistik masuk (inbound logistic) berurusan dengan membawa bahan atau komponen dari pemasok ke dalam fasilitas produksi atau gudang.
- Operasi (operation) terlibat dalam memproses input (bahan dan komponen) menjadi output.
- Logistik keluar (outbound logistics) mencakup kegiatan mengirimkan output ke pelanggan, termasuk pengelolaan pergudangan untuk output.
- Pemasaran (marketing) terlibat dalam menjual produk ke pasar sasaran, menetapkan harga, mengelola saluran distribusi, dan mempromosikan produk.
- Layanan (service) mencakup aktivitas-aktivitas untuk memastikan produk bekerja pada penggunaan terbaiknya dan menjaga hubungan jangka panjang dengan pelanggan, termasuk mengurusi layanan purna jual dan layanan keluhan pelanggan.
Kegiatan pendukung mencakup:
- Pengadaan (procurement) terlibat dalam keputusan pembelian dari pihak eksternal untuk bahan baku, komponen, peralatan, mesin dan item lainnya dalam operasi bisnis.
- Teknologi informasi (information technology) berurusan dengan mengelola aliran informasi di dalam perusahaan dan dengan pihak eksternal, termasuk terkait dengan peralatan, perangkat keras dan perangkat lunak.
- Manajemen sumber daya manusia (human resources management) terlibat dalam perekrutan, pelatihan, pengembangan, kompensasi, pemberhentian karyawan dan hubungan industrial.
- Infrastruktur (infrastructure) mencakup fungsi seperti keuangan, hukum, dan hubungan masyarakat.
Perbedaan antara Just-in-time (JIT) dengan just-in-case (JIC)
Just-in-time (JIT) dan just-in-case (JIC) adalah pendekatan dalam mengelola persediaan. Keduanya berbeda terutama pada apakah perusahaan perlu memegang stok penyangga atau tidak.
JIT adalah pendekatan modern dengan berusaha memasok input hanya ketika itu dibutuhkan. Dengan kata lain, perusahaan meminimalkan stok. Mereka tidak memegang stok penyangga.
Perusahaan akan memasok bahan baku dan komponen ketika dibutuhkan. Mereka akan tiba di fasilitas produksi tepat pada waktunya dan pada jumlah yang dibutuhkan.
Karena tidak ada stok penyangga, tidak ada uang yang terikat pada persediaan. Namun, pendekatan ini membutuhkan perusahaan untuk mengelola aliran produk dan informasi secara unggul, menghindari gangguan produksi karena masalah seperti keterlambatan atau kekurangan pasokan bahan baku.
JIC adalah kebalikan dari JIT dan merupakan pendekatan konvensional. Perusahaan memegang stok penyangga, yang mana ditujukan untuk mengantisipasi jika ada masalah produksi atau lonjakan permintaan yang tidak terduga.
Melalui JIC, perusahaan memastikan untuk memiliki persediaan yang mencukupi untuk memenuhi permintaan pelanggan atau konsumsi dalam proses produksi.
JIC menawarkan beberapa keuntungan:
- Fleksibilitas untuk memenuhi permintaan tidak terduga
- Mendapatkan keuntungan dari diskon karena perusahaan dapat membeli dalam jumlah besar
- Menghindari kehabisan stok dan downtime produksi
Tapi, karena memegang stok lebih dari yang dibutuhkan untuk masuk ke proses produksi, biaya penyimpanan persediaan menjadi tinggi. Ini berarti lebih banyak uang terikat dalam persediaan dan tidak dapat digunakan untuk keperluan lain.
Kendali persediaan
Kontrol persediaan (stock control atau inventory control) adalah tentang merencanakan persediaan secara cermat untuk memastikan mereka tersedia secara cukup dan pada waktu yang tepat.
Terlalu banyak persediaan meningkatkan biaya penyimpanan dan administrasi. Selain itu, perusahaan juga menganggun biaya lainnya seperti akibat kerusakanan, keusangan, dan pencurian.
Tapi, persediaan yang terlalu sedikit juga dapat berakibat fatal. Misalnya, proses produksi terganggu karena keterlambatan bahan baku. Dampak negatif lainnya adalah penjualan tidak optimal. Atau, mesin dan peralatan adalah inefisien karena tidak digunakan pada penggunaan terbaik mereka.
Jadi, perusahaan harus mengelola persediaannya pada skala yang optimal. Itu dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk:
- Kuantitas pesanan
- Jenis produk
- Tingkat permintaan di masa depan
- Biaya persediaan
- Waktu pengiriman
- Aliran informasi
Jenis persediaan
Persediaan di sebuah manufaktur mencakup:
- Bahan baku dan komponen
- Pekerjaan dalam proses (work in progress)
- Barang jadi
- Bahan habis pakai (consumables)
Bahan baku dan komponen merujuk pada input untuk dikonversi atau ditransformasi melalui proses produksi. Faktor pertimbangan dalam mengelola persediaan mereka diantaranya adalah seberapa andal pasokan, seberapa stabil harga mereka, berapa kebutuhan untuk proses produksi, dan seberapa besar permintaan.
Barang dalam proses (work in progress) masih berada di jalur produksi dan belum selesai. Meningkatkan persediaan mereka adalah salah satu cara untuk melindungi produksi jika ada masalah dengan persediaan lain.
Barang jadi merujuk pada output dari proses produksi, yang mana menunggu untuk dikirimkan ke pelanggan. Faktor pertimbangan untuk menyimpan mereka lebih banyak atau lebih sedikit adalah pesanan yang diterima, tren permintaan di masa depan, dan volume output fasilitas produksi.
Bahan habis pakai (consumables) adalah item-item dikonsumsi selama proses produksi atau operasi, seperti bahan bakar dan alat tulis. Perusahaan mempertimbangkan faktor seperti keandalan pasokan, harga di masa depan, dan stabilitas untuk mengelola persediaan mereka.
Bagan kendali stok (stock control charts)
Bagan kontrol persediaan (stock control chart) adalah alat untuk memastikan persediaan tersedia secara cukup pada waktu yang dibutuhkan. Itu digunakan untuk mengurangi masalah likuiditas dengan memberikan rincian tentang tingkat stok, tingkat penggunaan, jumlah pesanan, dan waktu pengiriman.
Lead time adalah waktu yang dibutuhkan dari memulai proses hingga penyelesaiannya. Dalam pengadaan untuk bahan baku misalnya, itu adalah waktu antara memesan dan pengirimannya.
Stok penyangga (buffer stocks) adalah persediaan minimum yang harus dipegang oleh perusahaan, terlepas dari kondisi produksi. Itu bertujuan untuk memastikan proses terus berjalan meski terjadi keterlambatan pengiriman atau peningkatan tingkat produksi akibat lonjakan permintaan secara tiba-tiba. Disebut juga dengan minimum stock level atau reserve stock.
Stok penyangga mengikat modal. Semakin tinggi stok penyangga, semakin banyak uang yang terikat dan tidak bisa digunakan untuk keperluan lain. Karena alasan ini, perusahaan bertujuan untuk meminimalkannya.
Reorder quantity merujuk pada berapa banyak pesanan bisnis untuk mengembalikan tingkat inventaris ke titik maksimumnya.
Reorder level adalah tingkat stok di mana bisnis memesan ulang untuk menjamin stok yang cukup dan tetap berada di atas stok minimum mereka. Itu sama dengan tingkat stok minimum ditambah perkalian antara lead time dengan permintaan per hari.
Tingkat stok maksimum adalah persediaan tertinggi yang dapat ditahan oleh bisnis. Itu bervariasi antar bisnis, tergantung pada ukuran operasi mereka.
Kuantitas pesanan ekonomis (economic order quantity atau EOQ) adalah titik terendah dari grafik total biaya persediaan. Perusahaan harus meminimumkan biaya memegang stok dan biaya pemesanan.
Di satu sisi, perusahaan bisa mendapatkan diskon besar ketika membeli dalam jumlah besar. Tapi, itu akan menghasilkan biaya penyimpanan stok yang tinggi.
Sebaliknya, jika memesan sedikit dan karena itu, sedikit stok yang dipegang, perusahaan tidak dapat mengoptimalkan diskon. Sehingga, meski biaya memegang stok adalah rendah, namun biaya pemesanan cenderung tinggi.
Tingkat utilisasi kapasitas
Tingkat utilisasi kapasitas atau tingkat pemanfaatan kapasitas (capacity utilization rate) mengukur sejauh mana bisnis memanfaatkan sumber daya yang ada saat ini. Itu diukur dengan membagi output aktual dengan output potensial (total kapasitas produktif, kapasitas penuh atau kapasitas total).
- Tingkat utilisasi kapasitas = (Output aktual / Output potensial) x 100%
Misalnya, sebuah mesin memiliki kapasitas maksimum 100 unit dalam satu tahun. Ketika mesin tersebut menghasilkan output sebanyak 90 unit, maka tingkat utilisasi kapasitas mesin tersebut adalah 90%. Sedangkan, sekitar 10% dari kapasitas tidak terpakai (cadangan).
Idealnya, tingkat utilisasi kapasitas adalah 100%. Itu berarti perusahaan bekerja dengan kapasitas penuh dan memanfaatkan sepenuhnya sumber daya mereka.
Namun, beroperasi pada kapasitas penuh seringkali sulit dicapai karena beberapa alasan seperti:
- Permintaan rendah
- Gangguan produksi
- Mesin yang ketinggalan zaman atau usang
- Downtime untuk pemeliharaan rutin.
Selain itu, bekerja pada kapasitas penuh bisa menciptakan pekerja dan manajer yang stres. Mereka harus bekerja ekstra dan lembur. Akibatnya, itu bisa mengarah pada kesalahan atau produktivitas yang lebih rendah.
Kemudian, ketika berproduksi penuh, perusahaan tidak memiliki kapasitas cadangan. Akhirnya, perusahaan tidak memiliki fleksibilitas untuk memenuhi lonjakan permintaan yang tiba-tiba.
Tingkat produktivitas
Tingkat produktivitas (productivity rate) mengukur sejauh mana perusahaan mengoptimalkan input untuk menghasilkan output. Itu menunjukkan efisiensi produksi, yakni seberapa besar output yang diperoleh untuk setiap input yang digunakan. Itu bisa merujuk pada produktivitas tenaga kerja, mesin atau input apapun yang ingin kita ukur efisiensinya.
Kita menghitung tingkat produktivitas dengan membagi total output dengan total input yang digunakan.
- Tingkat produktivitas = Total output / Total input yang digunakan
Tingkat produktivitas tenaga kerja
Produktivitas tenaga kerja adalah berapa banyak output yang dihasilkan setiap pekerja. Kita menghitungnya dengan membagi total output dengan jumlah pekerja.
- Tingkat produktivitas tenaga kerja = Total output/Jumlah pekerja
Misalnya, perusahaan mempekerjakan 100 orang pekerja dan menghasilkan output sebanyak 1000 unit. Dari data tersebut, kita mendapatkan tingkat produktivitas tenaga kerja adalah 10 unit per pekerja.
Meningkatkan produktivitas tenaga kerja
Tingkat produktivitas adalah penting untuk ditingkatkan. Produktivitas tinggi berarti lebih banyak keuntungan bagi perusahaan karena dapat menghasilkan output lebih banyak dengan menanggung biaya input yang sama. Sehingga, semakin produktif tenaga kerja, semakin rendah biaya yang ditanggung per output, dan semakin tinggi margin keuntungan.
Meningkatkan produktivitas membutuhkan perusahaan untuk mendorong karyawan mereka untuk lebih terampil dan memproduksi lebih cepat. Beberapa cara untuk meningkatkan produktivitas, termasuk dengan:
- Meningkatkan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan, memungkinkan mereka bekerja lebih efektif di area mereka
- Meningkatkan motivasi pekerja untuk mendorong mereka bekerja lebih keras, baik melalui motivasi keuangan dan non keuangan.
- Mendorong inovasi dan mengadopsi teknologi yang lebih maju, misalnya dengan mengenalkan mesin berbantuan komputer.
Efisiensi vs. efektivitas
Efisiensi berarti melakukan hal yang benar. Itu berkaitan dengan mengurangi biaya dan sumber daya yang diperlukan untuk menghasilkan output. Kita mengukurnya dengan membandingkan total output dengan total input yang digunakan.
Sementara itu, efektifitas berarti melakukan hal dengan benar. Itu melibatkan melakukan sesuai sesuai dengan yang dimaksudkan atau tujuan secara keseluruhan.
Katakanlah, perusahaan ingin menghasilkan output pada skala massal. Dalam kasus ini, metode produksi padat modal dengan lebih banyak mengandalkan pada mesin-mesin canggih adalah lebih efektif untuk mencapai tujuan tersebut daripada mengandalkan metode padat karya.
Peningkatan efektivitas seringkali secara alami mengarah pada peningkatan efisiensi. Misalnya, dalam kasus di atas, mesin canggih bisa menghasilkan output lebih banyak. Sehingga, itu memungkinkan perusahaan menyebarkan biaya tetap (biaya mesin) ke lebih banyak output, menghasilkan biaya per unit yang lebih rendah.
Cost to buy (CTB) and Cost to make (CTM)
Cost to make dan cost to buy adalah analisis kuantitatif untuk mengambil keputusan tentang apakah lebih baik membeli barang atau input dari pihak eksternal atau memproduksinya secara internal.
- Cost to make (CTM) = Biaya tetap + (Biaya variabel rata-rata x Kuantitas)
- Cost to buy (CTB) = Harga x Kuantitas
Ketika CTM lebih rendah daripada CTB, memproduksi barang secara internal adalah lebih murah. Sebaliknya, jika CTB lebih rendah daripada CTM, membeli dari pihak eksternal adalah lebih murah.
Mengandalkan keputusan berdasarkan CTM dan CTB penting dalam perencanaan produksi, misalnya terkait dengan keputusan untuk mengalihdayakan produksi. Jika perusahaan dapat membeli produk yang sama dengan harga lebih rendah, mengapa mereka harus memproduksinya secara internal, yang mana selain tidak efisien juga membutuhkan sumber daya dan upaya ekstra.
Namun, analisis CTM dan CTB bukan satu-satunya alat untuk mengambil keputusan. Perusahaan mungkin harus mempertimbangkan faktor kualitatif lainnya seperti:
- Kontrol atas barang (seperti kualitas dan waktu pengiriman)
- Reputasi dan keandalan pemasok
- Kapabilitas dan sumber daya internal
- Efek terhadap citra perusahaan