Contents
Apa itu: Persediaan (inventory) adalah daftar semua item yang perusahaan pertahankan sebagai input produksi dan sebagai item untuk memenuhi penjualan. Mereka mencakup bahan baku, barang dalam proses dan barang jadi.
Mereka penting karena dua alasan. Pertama, dengan mengkonversi mereka menjadi penjualan, perusahaan memperoleh uang. Kedua, memegang atau mempertahankan mereka dalam beberapa waktu memunculkan biaya dan itu menguras uang perusahaan.
Juga dikenal dengan istilah stok, inventori atau inventaris.
Apa saja jenis persediaan
Perusahaan membagi persediaan menjadi tiga kategori utama, berdasarkan jenis item pada tahapannya dalam proses produksi.
- Bahan baku (raw materials) – terdiri barang yang perusahaan peroleh dari pemasok. Mereka belum mengalami pemrosesan lebih lanjut. Contohnya adalah bijih besi jika perusahaan adalah produsen baja atau tepung jika perusahaan adalah produsen roti.
- Barang dalam proses (work-in-process) – mencakup barang yang masih dalam sistem produksi dan masih memerlukan proses lebih lanjut untuk menjadi barang jadi. Katakanlah, perusahaan adalah pembuat mobil, rangka mobil masuk dalam kategori ini.
- Barang jadi (finished goods) – terdiri dari output final di gudang dan menunggu untuk dijual. Perusahaan dapat dengan segera menjualnya untuk memenuhi permintaan pelanggan.
Dalam manajemen operasi, klasifikasi persediaan biasanya terdiri dari lima kategori utama, yakni:
- Persediaan antisipatif (anticipation inventory), barang-barang dengan permintaan rendah dan diproduksi untuk mengantisipasi lonjakan permintaan yang tidak dapat diprediksi dengan tepat.
- Persediaan yang tidak terpisahkan (decoupling inventory) atau bahan mentah yang bergerak di dalam sistem proses.
- Persediaan penyangga (buffer inventory) atau bahan mentah yang disimpan sebagai cadangan karena adanya variasi pasokan.
- Pipeline inventory atau bahan dalam perjalanan atau yang dikurung di dalam sistem.
- Persediaan siklus (cyclical inventory) atau kuantitas pesanan ekonomis yang dihitung berdasarkan prinsip just-in-time.
Mengapa persediaan penting
Persediaan adalah sumber pendapatan. Perusahaan akan mengkonversinya menjadi penjualan dan mengumpulkan uang dari pelanggan. Jadi, semakin tinggi perputaran persediaan perusahaan, semakin cepat mereka menjual dan memperoleh uang. Oleh karena itu, analis sering menggunakan indikator perputaran persediaan untuk menilai efektivitas manajemen persediaan dari perusahaan.
Mempertahankan persediaan memunculkan biaya. Perusahaan harus mengeluarkan biaya penyimpanan dan membayar bahan, komponen, dan barang yang tidak terjual. Selain itu, menyimpan inventaris untuk jangka waktu yang lama memunculkan ancaman keusangan. Dan, tentu saja, itu adalah biaya.
Persediaan mengikat modal kerja. Perusahaan harus menjual barang di gudang untuk mendapatkan uang untuk operasi. Jika penjualan lambat, barang menumpuk. Semakin menumpuk persediaan, semakin besar uang yang terikat pada barang di gudang.
Perusahaan tidak dapat menggunakan uang tunai untuk membuat inventaris untuk hal lain sampai terjual. Karena alasan ini, banyak analis tertarik untuk melihat seberapa cepat suatu perusahaan mampu menjual persediaannya.
Pengelolaan persediaan berimplikasi pada penetapan harga jual. Misalnya, jika penjualan tumbuh lebih lambat daripada pertumbuhan tingkat persediaan, barang menumpuk di gudang. Itu terjadi karena pembelian terlalu besar atau karena penjualan jatuh.
Penumpukan barang di gudang memunculkan biaya yang lebih tinggi. Perusahaan mungkin harus menurunkan harga untuk merangsang permintaan. Tentu saja, situasi semacam itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih rendah untuk setiap barang yang terjual.
Menjaga persediaan memperlancar kerja sistem produksi. Kehabisan satu item stok bisa membuat seluruh sistem produksi berhenti. Walau proses produksi berhenti, perusahaan tetap harus membayar staf, bahkan ke mereka yang tidak mengambil bagian untuk melanjutkan produksi.
Karena itu, perusahaan biasanya akan mengimplementasikan kontrol stok. Itu bertujuan untuk memastikan item cukup dan tersedia di lokasi ketika dibutuhkan Dengan demikian, proses produksi dapat berjalan lebih lancar dan perusahaan dapat meminimalkan biaya penyimpanan stok.
Efek persediaan terhadap PDB
Dalam produk domestik bruto (PDB), komponen investasi tidak hanya mencakup investasi barang modal, tetapi juga perubahan persediaan. Lebih spesifik, ekonomi menamakannya dengan investasi persediaan. Biasanya, ekonom memperhatikan rasio persediaan terhadap total penjualan untuk mengukur apakah bisnis menyimpan terlalu banyak atau terlalu sedikit persediaan.
Ketika permintaan jatuh, persediaan meningkat. Bisnis menjual barang lebih sedikit, mendorong penumpukan barang. Bisnis kemudian akan mengurangi produksi. Jika itu berlangsung cukup lama, maka pemutusan hubungan kerja adalah dampak berikutnya.
Komponen perubahan persediaan membuat investasi bisnis menjadi komponen PDB yang paling fluktuatif. Itu dapat melonjak atau jatuh secara tiba-tiba seiring dengan perkembangan permintaan.
Biasanya, bisnis lambat untuk mengurangi produksi ketika ekonomi mulai melambat. Akibatnya, persediaan yang tidak disengaja menumpuk. Dikombinasikan dengan penurunan penjualan, itu menghasilkan peningkatan tajam dalam rasio persediaan-penjualan.
Untuk melikuidasi persediaan yang tidak diinginkan tersebut, bisnis mulai mengurangi tingkat produksi. Bahkan, mereka menurunkannya di bawah laju penurunan penjualan. Mereka berusaha memaksimalkan penjualan dari kombinasi output baru dengan barang jadi di gudang. Pengurangan produksi yang drastis ini akhirnya memperburuk perlambatan ekonomi.
Selanjutnya, selama ekspansi, bisnis melihat permintaan naik. Mereka berjuang untuk menjaga produksi pada kecepatan yang sama dengan pertumbuhan penjualan. Namun, untuk melakukannya, mereka butuh waktu yang lebih lama untuk menggunakan sumber daya secara optimal.
Akhirnya, rasio persediaan-penjualan turun dengan cepat karena terkurasnya persediaan. Situasi itu merangsang bisnis untuk segera meningkatkan produksi. Mereka mulai merekrut tenaga kerja tambahan.
Bagaimana menyajikan persediaan dalam laporan keuangan
Persediaan masuk dalam bagian aset lancar dalam laporan keuangan. Perusahaan berharap dapat mengkonversinya menjadi penjualan dalam satu siklus operasi (biasanya satu tahun).
Ketika barang terjual, biaya terkait berpindah ke akun harga pokok penjualan (cost of goods sold atau COGS) pada laporan laba rugi dan persediaan akhir berkurang.
Di sisi lain, ketika perusahaan membeli bahan baku, itu akan menambah persediaan yang ada saat ini. Oleh karena itu, angka persediaan akhir dalam aset lancar akan sama dengan persediaan awal ditambah dengan pembelian minus harga pokok penjualan. Berikut ini rumusnya:
Persediaan akhir = Persediaan awal + Pembelian – Harga pokok penjualan
Semakin tinggi penjualan semakin besar harga pokok penjualan dan semakin sedikit persediaan akhir. Penjualan yang tinggi berarti perusahaan berhasil mengkonversi sebagian besar bahan baku, barang dalam proses dan barang jadi menjadi pendapatan. Biaya yang terkait disajikan ke laporan laba rugi sebagai harga pokok penjualan.
Efek persediaan pada laporan laba rugi
Secara umum, dua pendekatan untuk menghitung nilai persediaan. Perusahaan dapat menggunakan metode identifikasi spesifik (specific identification method) jika dapat mengidentifikasi unit persediaan yang telah terjual dan yang tetap di persediaan selama setahun. Itu lebih mungkin untuk item-item yang besar seperti mobil.
Tapi, jika identifikasi sulit untuk dilakukan karena melibatkan volume tinggi, perusahaan dapat menggunakan tiga metode untuk mengukurnya, yakni first in, first out (FIFO); last in, first out (LIFO) dan rata-rata terboboti (weighted average). Masing-masing metode menghasilkan nilai persediaan akhir, harga pokok penjualan, laba, dan pajak yang berbeda.
- FIFO: item paling awal terbeli adalah yang pertama kali terjual.
- LIFO: item paling akhir terbeli adalah yang pertama kali terjual.
- Biaya rata-rata terboboti: mengalokasikan biaya secara merata di semua unit.
Implikasi
Dalam metode FIFO, persediaan akhir terdiri dari barang-barang yang terakhir dibeli. Sedangkan, penjualan terdiri dari item-item yang pertama kali dibeli. Oleh karena itu, ketika harga naik (inflasi lebih tinggi), maka nilai persediaan akhir akan lebih tinggi. Sedangkan, nilai COGS akan lebih rendah. Itu berarti laba kotor, beban pajak, dan laba bersih akan lebih tinggi ketika perusahaan menggunakan FIFO.
Misalnya, perusahaan membeli seharga seharga Rp50. Kemudian, perusahaan membeli lagi dan harganya naik menjadi Rp60. Di bawah metode FIFO, perusahaan akan menggunakan harga terakhir, Rp60, untuk menghitung persediaan akhir. Sedangkan, karena item seharga Rp50 terjual pertama kali, maka perusahaan akan menggunakan angka itu dalam perhitungan COGS.
Sementara itu, di bawah metode LIFO, karena item yang terakhir dibeli adalah yang pertama kali dijual, maka persediaan akan terdiri dari item yang pertama kali dibeli. Sedangkan, COGS terdiri dari item yang terakhir dibeli.
Dan, ketika harga naik, sebagaimana contoh diatas, itu akan menghasilkan nilai persediaan yang lebih rendah. Sedangkan, COGS akan lebih tinggi. Laba kotor, pajak, dan laba bersih akan lebih rendah. Untuk kasus di atas, perusahaan menggunakan harga terakhir, Rp60, untuk menghitung persediaan akhir. Sedangkan, untuk COGS, perusahaan menggunakan harga awal, Rp50.
Sementara itu, di bawah weighted average cost, perusahaan akan mengalokasikan biaya persediaan secara merata di semua unit. Oleh karena itu, nilai persediaan akhir, COGS, laba kotor, beban pajak, dan laba bersih akan berada di antara nilai FIFO dan LIFO.
Baiklah, saya akan ringkas pembahasan di atas:
Persediaan akhir | COGS | Laba kotor | Beban pajak | Laba bersih | |
Kenaikan harga (inflasi) | FIFO > LIFO | FIFO < LIFO | FIFO > LIFO | FIFO > LIFO | FIFO > LIFO |
Penurunan harga (deflasi) | FIFO < LIFO | FIFO > LIFO | FIFO < LIFO | FIFO < LIFO | FIFO < LIFO |
Bagaimana menganalisa persediaan
Rasio perputaran persediaan adalah salah satu rasio keuangan yang dapat anda gunakan untuk mengukur efektivitas pengelolaan persediaan. Perhitungannya mudah. Anda hanya membagi harga pokok penjualan di laporan laba rugi dengan rata-rata persediaan di aset lancar. Berikut adalah rumus rasio perputaran persediaan:
Perputaran persediaan = Harga pokok penjualan / Rata-rata persediaan
Alternatifnya, anda dapat menggunakan angka pembelian sebagai pembilang. Tapi, anda harus menghitungnya terlebih dahulu karena itu tidak ada di laporan laba rugi.
Pembelian = Persediaan akhir – Persediaan awal + Harga pokok penjualan
Untuk mengambil kesimpulan, anda dapat membandingkan angka perputaran persediaan dari tahun ke tahun dan membandingkannya dengan rata-rata industri. Rasio yang tinggi relatif terhadap rata-rata industri mungkin menunjukkan manajemen relatif efektif dalam mengelola persediaan. Itu menunjukkan perusahaan dapat dengan cepat mengkonversi persediaan menjadi penjualan.
Tapi, rasio yang tinggi juga dapat terjadi karena persediaan terlalu sedikit. Dan, itu merugikan perusahaan karena kekurangan timbul. Persediaan yang tidak memadai membuat perusahaan tidak dapat mengoptimalkan penjualan, terutama ketika permintaan sedang meningkat.
Apakah penyebabnya karena persediaan tidak memadai atau karena manajemen yang efektif? Anda dapat membandingkan pertumbuhan penjualan industri dengan pertumbuhan penjualan perusahaan. Jika, pertumbuhan penjualan industri tinggi, itu mungkin mengindikasikan perusahaan mengalami kekurangan persediaan.
Selanjutnya, anda dapat menggunakan angka perputaran persediaan untuk menghitung rasio lainya, days of inventory on hand (DOH). DOH menunjukkan ke anda berapa hari perusahaan dapat mengkonversi persediaan menjadi penjualan. Untuk menghitungnya, anda membagi jumlah hari dalam setahun (365) dengan perputaran persediaan.
DOH = 365 / Perputaran persediaan
DOH yang semakin rendah adalah lebih diinginkan. Itu berarti perusahaan semakin cepat mengkonversi persediaan. Misalnya, DOH 30 menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan membutuhkan 30 hari untuk mengkonversi persediaan menjadi penjualan.
Bagaimana bisnis mengelola persediaan
Manajemen persediaan penting untuk menghindari efek negatif dari kekurangan persediaan (understock) dan kelebihan persediaan (overstock). Jika persediaan yang tidak mencukupi, perusahaan kehilangan potensi penjualan dan dapat mengikis pangsa pasar. Sebaliknya, jika overstock berlangsung cukup lama, itu memunculkan biaya yang lebih besar.
Karena alasan itu, perusahaan seharusnya memiliki sistem untuk memastikan mereka memiliki persediaan yang cukup pada waktu yang tepat. Dua pendekatan yang biasa perusahaan adopsi adalah:
Just-in-time (JIT) – perusahaan tidak menyimpan bahan mentah apa pun dan tidak memerlukan stok penyangga. Perusahaan mengandalkan pengiriman reguler yang efektif, sehingga item tersedia sebelum bahan baku yang ada habis. Keuntungan utama JIT adalah mengurangi dampak buruk overstock. Tapi, perusahaan juga dapat kehabisan stok jika pengiriman terlambat.
Just-in-case (JIC) – perusahaan menggunakan stok penyangga untuk mengantisipasi kekurangan. Mereka akan membeli sedikit lebih banyak sebagai penyangga. JIC unggul jika permintaan untuk produk tertentu meningkat secara tiba-tiba. Tapi, karena membeli lebih banyak, JIC juga memunculkan biaya.