Contents
Apa itu: Kepemimpinan otoriter (authoritarian leadership) mengedepankan pada ketaatan ketat dimana pemimpin menegakkan aturan dan kebijakan untuk mengontrol bawahan dan menuntut mereka untuk patuh tanpa pertanyaan. Pemimpin memandang kesuksesan berasal dari diri mereka sendiri.
Pemimpin otoriter mengambil memegang kekuasaan mutlak. Mereka bertanggung jawab penuh atas tujuan, keputusan dan jalur strategis menuju kesuksesan. Untuk melaksanakan apa yang mereka cita-citakan, mereka memaksakan kepatuhan mutlak dari bawahan.
Gaya kepemimpinan ini seringkali dianggap negatif karena mengorbankan kebebasan pribadi. Meskipun demikian, itu juga bisa efektif untuk beberapa situasi. Misalnya, organisasi sedang mengalami krisis dan membutuhkan bimbingan yang tegas dari pemimpin. Di kondisi seperti itulah kepemimpinan otoriter dibutuhkan. Pemimpin dapat mengambil keputusan yang cepat. Selain itu, mereka bisa mengarahkan orang-orang untuk bergerak menuju apa yang mereka rencanakan untuk melewati krisis dengan meminimalisir penyimpangan.
Contoh pemimpin otoriter adalah Benito Mussolini, Adolf Hitler, Kim Jong-un, dan Richard Nixon. Di Indonesia, rezim Soeharto juga dianggap otoriter oleh para pengkritiknya.
Apa saja karakteristik kepemimpinan otoriter?
Beberapa aspek mengkarakteristikan kepemimpinan otoriter. Pertama, pemimpin menganggap visi mereka adalah yang terbaik. Tidak ada alternatif yang lebih baik. Oleh karena itu, mereka memaksakan visi mereka ke bawahan untuk dicapai.
Kedua, pemimpin menjabarkan visi, tujuan dan tugas secara detail. Mereka memberikan instruksi secara jelas tentang apa yang harus dicapai, kapan harus dilakukan dan bagaimana harus dilakukan. Dan bawahan harus menjalankan tugas yang ditetapkan ke mereka tanpa penyimpangan.
Ketiga, pemimpin berorientasi pada hasil dan tugas. Mereka memaksa bawahan untuk patuh secara mutlak untuk setiap tugas yang diberikan. Jadi, meski organisasi menjadi sangat terstruktur, namun pelaksanaannya cenderung kaku.
Keempat, pemimpin mengontrol semua keputusan dan mengendalikan semua kegiatan tanpa partisipasi yang berarti dari bawahan. Dan bawahan hanya bertindak sebagai pelaksana setiap keputusan. Mereka harus menjalankannya tanpa ragu.
Kelima, kepemimpinan otoriter meninggalkan otonomi yang rendah. Sehingga, bawahan sulit untuk mengaktualisasikan diri dan mengembangkan diri.
Keenam, pemimpin membuat pilihan berdasarkan penilaian mereka. Mereka memandang ide mereka adalah yang terbaik dan harus dilaksanakan oleh setiap bawahan. Demikian juga, ketika mereka tidak cocok dengan seorang bawahan, mereka bisa bertindak sesuka hati mereka, termasuk memecatnya tanpa alasan yang jelas.
Ketujuh, pemimpin sedikit atau tidak menerima saran atau inisiatif dari pengikut. Mereka mengabaikan kreativitas dan pemikiran out of the box dari bawahan. Itu membuat rendah inovasi dan kreatifitas di dalam organisasi adalah rendah.
Selain itu, karena bawahan merasa tidak terlibat, mereka kurang termotivasi. Mereka melaksanakan tugas di bawah “ketakutan” dan “ancaman”.
Kedelapan, pemimpin mengawasi ketat bawahan. Mereka mengandalkan dan mendikte kebijakan dan prosedur di dalam organisasi. Selain itu, mereka memberikan hukuman keras untuk setiap ketidakpatuhan. Mereka seringkali menggunakan kekuasaannya untuk mengancam sanksi seperti pemecatan. Pengawasan seringkali lebih ketat kepada bawahan yang dianggap membangkang.
Apa perbedaan antara kepemimpinan otoriter dengan kepemimpinan otoritatif?
Pemimpin otoritatif bertindak layaknya seorang mentor. Mereka menggunakan otoritas untuk membimbing dan memotivasi bawahan, alih-alih memaksakan kepatuhan. Mereka menawarkan arahan dan umpan balik untuk menjaga antusiasme bawahan. Itu pada akhirnya menciptakan rasa pencapaian diantara bawahan. Selain itu, bawahan juga secara sukarela mengikuti arahan pemimpin.
Sebaliknya, pemimpin otoriter lebih memaksakan kehendak. Mereka mengedepankan kepatuhan mutlak dari bawahan. Dengan kata lain, bawahan harus melaksanakan apa yang mereka perintahkan tanpa pertanyaan.
Selanjutnya, dalam lingkungan otoritatif, bawahan memiliki peluang untuk memberikan ide dan inisiatif. Sebaliknya, peluang tersebut hampir sulit didapat di bawah kepemimpinan otoriter.
Meski sama-sama berpusat pada pemimpin, gaya kepemimpinan otoriter memandang kesuksesan berasal dari diri mereka sendiri. Sementara itu, gaya kepemimpinan otoritatif memandang kesuksesan merupakan kombinasi visi yang kuat dan komitmen kuat bawahan.
Di mana kepemimpinan otoriter efektif?
Meski dianggap negatif, gaya kepemimpinan otoriter bisa efektif untuk beberapa situasi. Kapan dan di mana gaya otoriter efektif, itu tergantung pada faktor-faktor seperti situasi yang dihadapi, karakteristik bawahan, dan jenis tugas yang dikerjakan oleh bawahan.
Pertama, pemimpin otoriter bekerja paling baik ketika organisasi sedang mengalami perubahan signifikan atau krisis. Di saat menghadapi ketidakpastian, ketegasan pemimpin dalam mengarahkan bawahan menjadi sangat krusial. Dengan begitu, semua orang kompak untuk mencapai tujuan yang ditargetkan. Ini juga mengurangi motif kepentingan pribadi dari para bawahan.
Kedua, pemimpin otoriter juga efektif ketika organisasi membutuhkan ketepatan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan. Perusahaan konstruksi seringkali mengandalkan gaya kepemimpinan ini. Selain penting untuk mencapai pekerjaan tepat waktu, pemimpin otoriter penting untuk memastikan spesifikasi sesuai dengan persyaratan.
Ketiga, kepemimpinan otoriter juga bekerja dengan baik ketika organisasi tidak mentoleransi kesalahan. Beberapa pekerjaan manufaktur cocok dengan gaya kepemimpinan ini, terutama ketika kualitas menjadi poin penting untuk mendukung keunggulan kompetitif. Pemimpin fokus pada pengambilan keputusan dan memberikan detail tentang tugas yang harus dilaksanakan, bagaimana melakukannya dan kapan harus selesai. Sehingga, bawahan berkonsentrasi untuk menjalankan tugas tanpa banyak pertanyaan. Ini juga meminimalkan penyimpangan selama pekerjaan dilakukan.
Kita lihat beberapa manufaktur mengganti tenaga kerja mereka dengan mesin. Mereka mengadopsi teknologi tinggi untuk mengurangi penyimpangan. Sehingga, teknologi tersebut selain mendukung output yang lebih banyak, juga memastikan output berkualitas sesuai standar. Dan teknologi menggantikan gaya otoriter, yang mana sulit berkembang karena tenaga kerja yang lebih terampil dan berpendidikan sekarang ini.
Kemudian, rumah sakit adalah contoh lainnya, di mana setiap kesalahan dapat mengakibatkan kematian. Dalam beberapa pekerjaan di rumah sakit, itu seringkali lebih mengedepankan gaya otoriter daripada demokratis.
Keempat, pemimpin otoriter juga dapat efektif di lingkungan tekanan tingkat tinggi atau darurat. Konflik atau perang adalah contohnya. Pemimpin memegang komando tertinggi dan setiap bawahan harus patuh menjalankannya. Tanpa komando tunggal, prajurit bisa kebingungan karena beberapa orang di tingkat atas mungkin akan memberikan komando yang berbeda.
Apa saja keunggulan kepemimpinan otoriter?
Gaya kepemimpinan otoriter memiliki beberapa sisi positif. Pertama, itu memungkinkan pengambilan keputusan yang cepat. Keputusan cepat vital terutama dalam situasi yang penuh stres dan berbatas waktu.
Kedua, rantai komando menjadi jelas. Pimpinan memegang kekuasaan tertinggi dan mutlak. Sehingga, bawahan tahu kepada siapa mereka harus bertanggung jawab.
Ketiga, pengambilan keputusan terkonsentrasi di pemimpin. Terkadang, itu diperlukan untuk meminimalkan ketidakkonsistenan dalam keputusan ketika mendelegasikannya ke bawahan. Selain itu, itu juga meminimalkan keputusan buruk oleh bawahan karena mereka bukan pengambil keputusan yang baik.
Keempat, lingkungan otoriter meningkatkan fokus pekerjaan dan keterlibatan kerja. Bawahan dapat berkonsentrasi pada tugas-tugas tanpa harus berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang kompleks.
Kelima, kepemimpinan otoriter bermanfaat jika bawahan kurang terampil atau berpengetahuan. Pemimpin mendikte pekerjaan dan mendetailkan semua aspek melalui kebijakan, prosedur dan instruksi kerja.
Keenam, lingkungan otoriter membuat organisasi lebih terstruktur. Bawahan memiliki tugas, target dan, tenggat waktu yang jelas. Dan rantai komando terdefinisi jelas. Komunikasi dan instruksi juga bersifat satu arah, yaitu dari pemimpin ke pengikut.
Ketujuh, hasil lebih konsisten dan terukur. Setiap bawahan harus melaksanakan tugas sesuai dengan instruksi, target dan jangka waktu, memberi lebih sedikit ruang bagi kesalahan.
Apa saja kelemahan kepemimpinan otoriter?
Meski memungkinkan pengambilan keputusan yang cepat dan beberapa manfaat lainnya, namun, kepemimpinan otoriter sering dipandang negatif, terutama menyangkut efek psikologis yang diakibatkannya. Pertama, gaya kepemimpinan ini memunculkan resistensi diantara bawahan. Kebencian atau pembalasan dapat muncul karena tidak puas dengan pemimpin. Akhirnya, itu menciptakan ketidakstabilan di dalam organisasi.
Kedua, kesuksesan organisasi sangat tergantung seberapa berkualitas pemimpin. Jika pemimpin memiliki kemampuan yang mumpuni, itu tidak menjadi masalah. Tapi, jika tidak memilikinya, itu hanya akan menghasilkan kegagalan organisasi Selain itu, lingkungan otoriter juga menghasilkan penderitaan bawahan.
Ketiga, pemimpin otoriter berusaha mempertahankan kekuasaan. Mereka tidak hanya menjaga hierarki yang ketat dan mengadopsi gaya komunikasi top-down. Tapi, mereka mungkin tidak mau berbagi informasi dengan bawahan jika merugikan mereka. Akhirnya, ini menciptakan ketidakpercayaan dan jarak antara bawahan dan pemimpin.
Keempat, inovasi rendah. Bawahan sulit atau tidak dapat menyumbang pendapat atau inisiatif mereka kepada organisasi. Sebagai akibatnya, inovasi di lingkungan kerja rendah dan organisasi tidak memiliki keterampilan pemecahan masalah yang kreatif.
Kelima, tekanan tinggi diantara para bawahan. Orang-orang cenderung merasa lebih bahagia dan berkinerja lebih baik ketika mereka merasa terlibat, dapat mengaktualisasikan kemampuan diri dan memberikan kontribusi dalam pekerjaan mereka. Tapi, lingkungan otoriter tidak memberikan peluang bagi karyawan untuk merealisasikan pemikiran mereka. Pemimpin otoriter cenderung mengabaikan ide dan inisiatif bawahan. Karena kreativitas dan inisiatif sangat terbatas, mereka kemungkinan besar frustasi dan kehilangan semangat dan produktivitas.
Keenam, turnover tinggi. Karyawan tidak betah bekerja. Moral mereka jatuh selama menghadapi lingkungan otoriter. Akhirnya, mereka memilih keluar dari perusahaan untuk menemukan kesempatan yang lebih baik di tempat lain. Mereka mencari lingkungan yang mana lebih menghargai dan memberdayakan mereka.
Bacaan Selanjutnya
- Gaya Kepemimpinan: Apa Itu? Apa Saja Jenisnya?
- Kepemimpinan Demokratis: Definisi, Ciri, Pro, Kontra
- Kepemimpinan Etis: Pentingnya dan Prinsip-Prinsipnya
- Kepemimpinan Karismatik: Definisi, Contoh, Karakteristik, Pro, Kontra
- Kepemimpinan Laissez-Faire: Karakteristik, Kelebihan, Kekurangan
- Kepemimpinan Otokratis: Definisi, Karakteristik, Contoh, Pro, Kontra
- Kepemimpinan Otoriter: Karakteristik, Pro dan Kontra
- Kepemimpinan Paternalistik: Karakteristik, Keunggulan, Kelemahan
- Kepemimpinan Pelayan: Definisi, Karakteristik
- Kepemimpinan Situasional: Cara Kerja, Tipe, Pro, Kontra
- Kepemimpinan Transaksional: Contoh, Karakteristik, Pro, Kontra
- Kepemimpinan Transformasional: Karakteristik, Mengapa Penting
- Kepemimpinan: Karakteristik dan Jenis Gaya Kepemimpinan
- Pemimpin Informal: Pentingnya Mereka, Cara Menjadi
- Pemimpin Strategis: Karakteristik dan Mengapa Penting