Contents
Apa itu: Kepemimpinan laissez-faire (laissez-faire leadership) merujuk pada gaya kepemimpinan di mana pemimpin memberikan kebebasan luas kepada bawahan untuk membuat keputusan, mengatur pekerjaan dan menjalankan tugas. Secara harfiah, laissez-faire berarti “biarkan berbuat” atau “biarkan terjadi”.
Di lingkungan kepemimpinan ini, pemimpin menetapkan tujuan bagi organisasi. Tapi, mereka menyerahkan bagaimana mencapainya kepada bawahan. Mereka memberikan otonomi luas kepada bawahan tentang bagaimana mengatur kehidupan kerja dan melakukan pekerjaan. Mereka sedikit atau tanpa campur tangan atau memberikan instruksi yang disengaja.
Kepemimpinan laissez-faire adalah kebalikan dari kepemimpinan otokratis di mana pemimpin tidak memberikan otonomi. Pemimpin otokratis meminta bawahan untuk patuh terhadap instruksi atau keputusan mereka tanpa penyimpangan. Meski memungkinkan pengambilan keputusan yang cepat, kepemimpinan otokratis bisa berbahaya bagi moral dan motivasi bawahan.
Kepemimpinan laissez-faire memberikan kesempatan besar bagi karyawan untuk mengaktualisasikan diri dan mengembangkan diri. Itu penting untuk mendorong motivasi dan moral bawahan.
Tapi, karena kontrol terlalu longgar dan umpan balik tidak memadai, organisasi bisa kehilangan arah. Selain itu, beberapa bawahan mungkin lebih suka menunggu instruksi dan melaksanakannya daripada bekerja secara mandiri.
Apa saja karakteristik kepemimpinan laissez-faire?
Kepemimpinan laissez-faire memiliki beberapa karakteristik. Pertama, pemimpin menaruh kepercayaan tinggi kepada bawahan. Mereka membiarkan bawahan mandiri dalam bekerja. Dengan begitu, mereka bisa mengaktualisasikan diri dan menggunakan kreativitas, sumber daya, dan pengalaman mereka.
Kedua, bawahan memiliki lebih banyak kendali atas pekerjaan mereka. Pemimpin mempercayai dan memberi mereka otonomi. Sehingga, bawahan memiliki kebebasan dan tanggung jawab penuh untuk melakukan pekerjaan dan mencapai target.
Ketiga, pengawasan adalah minimal. Pemimpin hanya sebatas menetapkan tujuan untuk dicapai oleh bawahan. Mereka kemudian menyerahkan segalanya kepada bawahan, termasuk tentang bagaimana mencapai tujuan tersebut. Bawahan harus membuat keputusan dan mengatur pekerjaan mereka sendiri. Jadi, pemimpin sesedikit mungkin campur tangan.
Keempat, pemimpin hanya akan turun tangan jika diperlukan. Mereka seminimal mungkin terlibat dan memberikan instruksi atau bimbingan.
Kelima, bawahan memiliki akses ke banyak sumber daya dan alat untuk mendukung pekerjaan mereka. Dengan begitu, mereka bisa mandiri dalam mengatur pekerjaan, melakukan tugas dan memecahkan masalah.
Apa saja kelebihan kepemimpinan laissez-faire?
Lingkungan kepemimpinan laissez-faire memiliki sejumlah keunggulan. Pertama, bawahan lebih bebas dan fleksibel dalam mengatur pekerjaan. Pemimpin memberikan kesempatan luas untuk melakukan apa yang mereka anggap efektif untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Kedua, kepercayaan kuat kepada bawahan mengarah pada motivasi yang tinggi. Bawahan merasa mereka dihargai karena bisa membuat keputusan mandiri, mengatur kehidupan kerja dan mengaktualisasikan diri.
Ketiga, bawahan memiliki kesempatan diri untuk mengembangkan diri. Karena mereka bebas untuk melakukan pekerjaan, mereka bisa mengaktualisasikan diri dan menjadi lebih kreatif untuk menemukan sendiri pemecahan masalah.
Keempat, bawahan menjadi lebih bertanggung jawab. Mereka menyadari kesuksesan tergantung pada mereka sendiri. Sehingga, mereka termotivasi untuk mengembangkan disiplin diri dan bertanggung jawab.
Kelima, turnover rendah. Bawahan yang puas dan termotivasi membuat lingkungan kerja lebih nyaman. Mereka merasa dapat diandalkan dan percaya diri dalam pekerjaan, mendorong mereka ingin bertahan di perusahaan.
Keenam, lingkungan lebih kreatif. Kepemimpinan laissez-faire menumbuhkan kreatifitas karena bawahan bisa dengan bebas menggali ide baru, mencoba hal-hal baru dan berpikir di luar kebiasaan. Di sisi lain, pemimpin tidak memberikan terlalu banyak instruksi tentang bagaimana sesuatu harus dikerjakan atau diselesaikan.
Ketujuh, pimpinan memiliki lebih banyak waktu untuk memikirkan tujuan strategis perusahaan. Karena tidak terlibat secara dalam pekerjaan bawahan, mereka memiliki waktu lebih banyak untuk memikirkan aspek yang strategis, terutama terkait dengan tujuan jangka panjang perusahaan.
Apa saja kelemahan kepemimpinan laissez-faire?
Meski mendukung lingkungan kerja yang kreatif dan menumbuhkan motivasi, namun kepemimpinan laissez-faire juga mengandung beberapa kekurangan. Pertama, bawahan sulit untuk menyelesaikan tugas tepat waktu. Bawahan memiliki beragam latar belakang terkait dengan keterampilan dan pengetahuan. Beberapa bisa bekerja secara mandiri. Yang lain mungkin lebih tergantung pada pemimpin untuk instruksi dan arahan dalam pekerjaan.
Sehingga, di satu sisi, pemimpin memberikan sedikit arahan kepada mereka. Di sisi lain, mereka mungkin tidak memiliki kompetensi untuk bekerja mandiri. Sebagai hasilnya, mereka merasa sulit untuk melakukan pekerjaan.
Kedua, pemimpin menjadi malas. Mereka memberikan otonomi bukan untuk mendorong bawahan mandiri dalam bekerja tapi karena menghindari pengambilan keputusan tentang masalah pekerjaan. Karena alasan ini, mereka menyerahkan segalanya ke karyawan, membuat mereka malas.
Ketiga, keberhasilan organisasi lebih banyak ditentukan oleh karyawan. Pemimpin hanya memiliki peran yang sangat terbatas untuk dimainkan. Sehingga, jika bawahan tidak memiliki kompetensi yang memadai, organisasi bisa berkinerja buruk.
Keempat, keputusan mungkin tidak konsisten satu sama lain. Karena bawahan memiliki otoritas untuk mengambil keputusan, itu bisa mengarah pada ketidakjelasan atau ketidakkonsistenan diantara keputusan mereka. Dan itu bisa buruk ketika konsistensi diperlukan, misalnya dalam memberikan layanan pelanggan.
Kelima, lingkungan kerja tidak harmonis. Bawahan mengejar kepentingan diri dalam mengambil keputusan. Selain mengarah pada ketidakkonsisten, itu juga bisa menyebabkan hubungan mereka tidak harmonis dan bahkan mengarah pada konflik.
Keenam, kinerja organisasi memburuk. Itu dapat terjadi jika bawahan yang tidak berpengalaman dan dibiarkan tanpa arahan.
Ketujuh, demotivasi muncul diantara beberapa bawahan. Memang, beberapa bawahan suka dengan otonomi yang luas. Tapi, yang lain mungkin lebih suka menunggu instruksi dan melaksanakannya. Mereka mengandalkan dukungan pimpinan ketika bekerja. Sebagai hasilnya, tanpa instruksi dan dukungan, mereka mungkin merasa tertekan, mengarah ke stres tinggi.
Kedelapan, karyawan baru sulit beradaptasi. Mereka sering membutuhkan lebih banyak arahan dan instruksi sebelum benar-benar efektif bekerja. Tapi, karena kepemimpinan laissez-faire tidak menyediakan itu, sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri.
Kesembilan, tanggung jawab tidak jelas. Lingkungan laissez-faire memunculkan kebingungan tentang siapa yang bertanggung jawab ketika sebuah masalah muncul. Mungkin karyawan dengan kepribadian yang lebih dominan akan mencoba dan mengambil alih. Tapi, itu menciptakan miskomunikasi dan masalah karena mereka tidak memiliki otorita kuat.
Di mana kepemimpinan laissez-faire efektif?
Memang, kepemimpinan laissez-faire tidak cocok untuk semua situasi. Tapi, ada beberapa kasus di mana itu efektif. Pertama, gaya kepemimpinan ini bisa efektif dalam situasi di mana bawahan sangat terampil dan termotivasi. Sehingga, mereka paham apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh pimpinan.
Kedua, gaya laissez-faire cocok ketika pemimpin ingin memberdayakan bawahan. Mereka ingin bawahan mandiri dalam pekerjaan, mengurangi beban kerja mereka.
Di awal, mereka mungkin tidak mengadopsi pendekatan ini seratus persen. Tapi, mereka melatih dan menyediakan sumber daya yang memadai kepada bawahan untuk mendorong mereka tumbuh. Setelah bawahan siap, mereka mulai memberikan lebih banyak kebebasan dan otonomi kepada bawahan dengan instruksi dan pengawasan minimal.
Ketiga, gaya laissez-faire efektif ketika kreativitas dan inovasi menjadi prasyarat bagi organisasi untuk tetap unggul. Bawahan dituntut untuk menggali ide-ide baru untuk mengatasi masalah pekerjaan atau menemukan hal baru tanpa terhambat oleh pimpinan.
Industri hiburan atau periklanan mungkin cocok bagi kepemimpinan laissez-faire. Kedua industri mengandalkan kreativitas tim untuk berkembang. Sehingga, atasan lebih banyak lepas tangan dan membiarkan bawahan untuk mencoba sesuatu yang baru.
Bacaan Selanjutnya
- Gaya Kepemimpinan: Apa Itu? Apa Saja Jenisnya?
- Kepemimpinan Demokratis: Definisi, Ciri, Pro, Kontra
- Kepemimpinan Etis: Pentingnya dan Prinsip-Prinsipnya
- Kepemimpinan Karismatik: Definisi, Contoh, Karakteristik, Pro, Kontra
- Kepemimpinan Laissez-Faire: Karakteristik, Kelebihan, Kekurangan
- Kepemimpinan Otokratis: Definisi, Karakteristik, Contoh, Pro, Kontra
- Kepemimpinan Otoriter: Karakteristik, Pro dan Kontra
- Kepemimpinan Paternalistik: Karakteristik, Keunggulan, Kelemahan
- Kepemimpinan Pelayan: Definisi, Karakteristik
- Kepemimpinan Situasional: Cara Kerja, Tipe, Pro, Kontra
- Kepemimpinan Transaksional: Contoh, Karakteristik, Pro, Kontra
- Kepemimpinan Transformasional: Karakteristik, Mengapa Penting
- Kepemimpinan: Karakteristik dan Jenis Gaya Kepemimpinan
- Pemimpin Informal: Pentingnya Mereka, Cara Menjadi
- Pemimpin Strategis: Karakteristik dan Mengapa Penting