Contents
Apa itu: Kepemimpinan paternalistik (paternalistic leadership) adalah pendekatan kepemimpinan di mana pemimpin memandang bawahan sebagai sebuah keluarga. Pemimpin mengharapkan bawahan setia dan patuh dengan mengontrol dan melindungi mereka. Itu adalah pendekatan kebapakan, yakni pemimpin berusaha melindungi bawahan sambil mendorong mereka tumbuh dan mandiri. Pimpinan peduli dengan bawahan. Mereka memperhatikan bawahan dan berusaha membuat mereka bahagia dan termotivasi. Ketika membuat keputusan, mereka mempertimbangkan yang terbaik bagi bawahan.
Meski nampak positif, namun gaya kepemimpinan ini mungkin tidak cocok untuk semua situasi. Bawahan mungkin menganggap pimpinan terlalu campur tangan karena memegang otoritas dan pengaruh yang kuat di dalam organisasi. Seperti apa yang dipikirkan oleh seorang anak tentang bapak: apa yang dianggap terbaik oleh seorang bapak belum tentu terbaik menurut anak.
Apa saja karakteristik kepemimpinan paternalistik?
Beberapa poin mengkarakterisasi kepemimpinan paternalistik. Dalam model teoritis, gaya kepemimpinan ini didasarkan pada tiga dimensi: kebajikan (benevolence), disiplin dan otoritas, sebagaimana diajukan oleh Farh and Cheng.
Pertama, pimpinan adalah dominan. Mereka adalah figur otoritas yang tahu apa yang terbaik untuk organisasi. Sehingga, mereka menjadi sosok yang dominan dan tegas. Selain itu, mereka selalu membuat keputusan akhir dan mengharapkan bawahan untuk patuh dan setia.
Kedua, pimpinan peduli dengan bawahan. Mereka juga menunjukkan rasa hormat terhadap kepentingan atau kesejahteraan bawahan. Sehingga, ketika mengambil keputusan, mereka mempertimbangkan bagaimana dampaknya terhadap bawahan mereka. Selain itu, mereka mendorong bawahan untuk menjadi seorang yang lebih baik, lebih terampil dan maju. Mereka memberikan kesempatan kepada bawahan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka, termasuk memberi bawahan sumber daya yang diperlukan.
Ketiga, pimpinan membangun lingkungan kerja yang bersahabat. Bawahan melihat rekan kerja dan pemimpin sebagai sebuah keluarga dan begitu juga sebaliknya. Itu menghasilkan manfaat, seperti komitmen, kekompakan, dan kepuasan berbasis tim.
Keempat, pimpinan memiliki pengaruh yang kuat di dalam organisasi. Di satu sisi, mereka menunjukkan jalan kepada bawahan untuk mencapai tujuan tertentu. Di sisi lain, mereka menetapkan aturan, kebijakan, sanksi dan penghargaan ketika menjalankan wewenang. Pengaruh yang kuat juga dicirikan oleh kontrol, kekuasaan dan otoritas.
Kelima, pimpinan berusaha menjaga hubungan dekat dengan bawahan mereka. Pemimpin baik hati dan mendorong semangat kerja. Selain itu, mereka juga merangsang bawahan untuk untuk memberikan pendapat positif dalam pengambilan keputusan.
Keenam, pimpinan memiliki integritas yang kuat. Mereka memberi contoh yang baik kepada bawahan, misalnya disiplin diri. Selain itu, mereka memberikan penekanan pada keadilan dan kesamaan dalam pengambilan keputusan. Dan mereka membuat perbedaan yang jelas antara kepentingan organisasi dan pribadi.
Apa kelebihan kepemimpinan paternalistik?
Pertama, bawahan bekerja keras untuk mandiri dan terampil. Mereka memiliki kesempatan untuk tumbuh dan mengembangkan diri. Pemimpin memberi mereka ruang untuk mengaktualisasikan diri dan memberi mereka sumber daya yang memadai untuk melakukannya.
Kedua, bawahan termotivasi. Perhatian pimpinan membuat mereka bersemangat untuk melakukan pekerjaan dan menyelesaikan tugas. Mereka berusaha untuk melebihi ekspektasi untuk menyenangkan pimpinan, yang mana pada akhirnya menaruh kepercayaan kepada mereka.
Ketiga, bawahan patuh. Mereka mematuhi berbagai aturan dan peraturan karena pikir itu semua demi kepentingan mereka. Selain itu, kepatuhan juga datang dari rasa hormat mereka kepada pimpinan. Sebagai hasilnya, organisasi beroperasi dengan normal dengan penyimpangan yang minimal.
Keempat, loyalitas dan retensi tinggi. Bawahan merasa keberadaan mereka diakui dan kebutuhan mereka diperhatikan. Akhirnya, itu menumbuhkan loyalitas tinggi kepada pimpinan dan organisasi. Selain itu, lingkungan kerja yang bersifat kekeluargaan membuat mereka betah. Akhirnya, mereka enggan untuk meninggalkan perusahaan karena mungkin sulit untuk menemukan lingkungan yang sama.
Kelima, lingkungan kerja mendorong inovasi. Dengan memberikan kebebasan untuk tumbuh dan mandiri, bawahan memiliki kesempatan luas untuk mengeksplorasi sesuatu yang baru dan untuk mengatasi masalah. Ada banyak peluang untuk menjadi lebih kreatif. Akhirnya, itu meningkatkan motivasi untuk perubahan dan inovasi.
Keenam, pemimpin bertindak sebagai mediator yang dihormati untuk konflik di lingkungan kerja. Sebagaimana dalam keluarga, seorang bapak menjadi penengah ketika anak-anak mereka bertikai. Dia membuat keputusan yang mengikat bagi anak-anaknya sebagai resolusi. Sebagai hasilnya, konflik tidak menjadi semakin parah dan berlarut-larut.
Apa kelemahan kepemimpinan paternalistik?
Terkadang, lingkungan dengan kepemimpinan paternalistik tidak selalu berhasil. Misalnya, pimpinan cenderung kaku. Mereka menggunakan pendekatan konvensional ketika membuat aturan dan kebijakan di dalam organisasi. Sebagai akibatnya, alih-alih membuat bawahan senang, itu justru membuat mereka tertekan.
Selain itu, kepemimpinan paternalistik juga memiliki beberapa kelemahan lainnya.
Pertama, pimpinan kurang adil. Pimpinan mungkin tidak obyektif ketika membuat pilihan atau keputusan. Mereka mungkin lebih memihak beberapa bawahan atas yang lain. Itu akhirnya memunculkan kecemburuan dan kebencian, meracuni lingkungan tempat kerja.
Kedua, pilih kasih dan aturan yang kaku memunculkan masalah lainnya, yakni demotivasi. Itu meningkatkan tekanan dan ketidakpercayaan diantara bawahan. Akhirnya, mereka tidak loyal ke organisasi.
Ketiga, pimpinan menggunakan otoritas mereka untuk memaksakan apa yang menurut mereka terbaik bagi organisasi dan bawahan. Tapi, bawahan memandang sebaliknya. Tanpa otoritas yang memadai, bawahan sulit untuk mengubah cara pandang pimpinan. Akhirnya, itu memunculkan ketidakharmonisan dan konflik diantara mereka.
Keempat, bawahan terlalu tergantung pada pimpinan karena terlalu memanjakan mereka. Atasan terlalu mendikte apa yang terbaik bagi bawahan. Akhirnya, mereka tidak tumbuh menjadi mandiri. Sebaliknya, mereka semakin tergantung pada pemimpin, bahkan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Bacaan Selanjutnya
- Gaya Kepemimpinan: Apa Itu? Apa Saja Jenisnya?
- Kepemimpinan Demokratis: Definisi, Ciri, Pro, Kontra
- Kepemimpinan Etis: Pentingnya dan Prinsip-Prinsipnya
- Kepemimpinan Karismatik: Definisi, Contoh, Karakteristik, Pro, Kontra
- Kepemimpinan Laissez-Faire: Karakteristik, Kelebihan, Kekurangan
- Kepemimpinan Otokratis: Definisi, Karakteristik, Contoh, Pro, Kontra
- Kepemimpinan Otoriter: Karakteristik, Pro dan Kontra
- Kepemimpinan Paternalistik: Karakteristik, Keunggulan, Kelemahan
- Kepemimpinan Pelayan: Definisi, Karakteristik
- Kepemimpinan Situasional: Cara Kerja, Tipe, Pro, Kontra
- Kepemimpinan Transaksional: Contoh, Karakteristik, Pro, Kontra
- Kepemimpinan Transformasional: Karakteristik, Mengapa Penting
- Kepemimpinan: Karakteristik dan Jenis Gaya Kepemimpinan
- Pemimpin Informal: Pentingnya Mereka, Cara Menjadi
- Pemimpin Strategis: Karakteristik dan Mengapa Penting