Contents
Apa itu: Keruntuhan ekonomi (economic collapse) merupakan suatu guncangan di perekonomian suatu negara, biasanya terjadi pada saat krisis menyebar luas. Penurunan tersebut mungkin telah didahului oleh krisis utang, krisis mata uang, perang, dan guncangan pasokan. Perekonomian kemudian masuk ke dalam periode resesi atau depresi pasar.
Kejatuhan ekonomi dapat berlangsung selama beberapa tahun, tergantung pada parahnya situasi. Di Amerika Serikat misalnya, Depresi Hebat terjadi sejak 1929 dan mulai pulih sejak 1933. Indonesia juga mengalaminya pada 1997 akibat dampak mematikan dari krisis finansial Asia dan pulih kembali pada akhir 1999.
Keruntuhan ekonomi memicu penurunan kehidupan ekonomi dan seringkali kehidupan sosial. Produksi, konsumsi, investasi, nilai tukar semua turun, dan biasanya diikuti oleh krisis sosial. Krisis 1997 di Indonesia, misalnya, menyebabkan PDB riil Indonesia terkontraksi sebesar 13,1% pada tahun 1998. Inflasi melonjak hingga 72%, dan nilai tukar rupiah turun dari Rp2.600 / USD menjadi Rp11.000 / USD pada tahun 1998. Hal tersebut juga memaksa rezim Soeharto mundur dan memicu keresahan sosial.
Tanda-tanda keruntuhan ekonomi
Melalui konsep siklus bisnis, para ekonom menguraikan beberapa fase yang dilalui perekonomian. Sebuah siklus ekonomi khas mencakup pergerakan dari palung, ke ekspansi, menuju puncak, dan kemudian ke kontraksi yang mengarah kembali ke palung. Tahapan tersebut terus berulang.
Sementara, keruntuhan ekonomi adalah peristiwa luar biasa. Itu tidak harus menjadi bagian dari siklus ekonomi pada umumnya. Keruntuhan dapat terjadi secara drastis dan dapat mengarah ke depresi.
Ada beberapa ciri dari keruntuhan ekonomi, diantaranya:
- Krisis utang
- Krisi mata uang
- Kenaikan suku bunga
Krisis utang
Utang negara (sovereign debt) adalah utang yang diambil oleh pemerintah, biasanya untuk menutup defisit fiskal.
Jika pemerintah meningkatkan defisit fiskal, maka itu akan meningkatkan pembiayaan melalui utang. Defisit yang lebih tinggi biasanya untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Pemerintah meningkatkan belanja modal, seperti proyek infrastruktur untuk meningkatkan permintaan agregat.
Tapi, jika pemerintah mengambil terlalu banyak utang, risiko gagal bayar meningkat. Kemampuan bayar atas pokok dan bunga utang menurun. Itu meningkatkan tekanan dalam perekonomian karena jatuhnya kepercayaan terhadap perekonomian sebuah negara. Krisis utang muncul ke permukaan.
Peluang krisis utang negara biasanya lebih tinggi selama periode periode resesi, perang, ketidakstabilan politik, dan ketika investor kehilangan kepercayaan pada pemerintah.
Karena tingginya jumlah utang negara, gagal oleh pemerintah dapat mengganggu stabilitas perekonomian, sebagaimana terjadi di Yunani. Itu dapat menular ke negara lain dan mempengaruhi ekonomi global,, terutama jika terjadi di negara-negara maju.
Krisis mata uang
Krisis mata uang terjadi ketika kepercayaan terhadap mata uang sebuah negara jatuh. Itu mungkin mengambil bentuk hiperinflasi atau depresiasi parah.
Hiperinflasi berarti daya beli mata uang terhadap barang dan jasa jatuh. Sedangkan, depresiasi terjadi ketika nilai mata uang terhadap mata uang lainnya (misalnya dolar AS) jatuh.
Krisis mata uang menyebabkan hilangnya kepercayaan investor. Mereka menjadi ragu tentang kemampuan pemerintah untuk memenuhi kewajiban utang.
Investor asing menarik investasi mereka di negara tersebut. Pelarian modal keluar negeri menghasilkan depresiasi yang semakin parah.
Suku bunga yang tinggi
Selama periode keruntuhan ekonomi, suku bunga memuncak ke tingkat abnormal tinggi. Itu menghambat pertumbuhan ekonomi karena pinjaman menjadi lebih mahal, membuat rumah tangga dan perusahaan enggan untuk mengambil pinjaman.
Selain itu, melunasi utang menjadi lebih mahal. Banyak bisnis mulai menjual asetnya hanya untuk membayar kreditur. Begitu, juga, gagal bayar oleh sektor rumah tangga juga meningkat.
Penyebab keruntuhan ekonomi
Keruntuhan ekonomi biasanya disebabkan oleh keadaan luar biasa. Dan, itu mungkin berlangsung ketika ekonomi memasuki periode kontraksi atau resesi, yang mana dapat berakhir pada depresi ekonomi.
Keruntuhan ekonomi dapat memicu kepanikan di perekonomian. Output ekonomi jatuh. Pengangguran meningkat tajam. Pendapatan dan konsumsi rumah tangga jatuh. Kelaparan dan kemiskinan melonjak. Bahkan, itu dapat merembet ke aspek sosial politik seperti kerusuhan dan kejahatan serta penggulingan pemerintah yang sedang berkuasa.
Beberapa faktor yang menyebabkan keruntuhan ekonomi adalah:
- Hiperinflasi
- Stagflasi
- Crash pasar saham
- Perang
Hiperinflasi
Hiperinflasi adalah periode dimana inflasi melambung dan tidak terkendali. Di Venezuela, misalnya, inflasi mencapai 1.698.488% pada tahun 2018, Nilai mata uang jatuh dan daya belinya terhadap barang dan jasa segera menguap. Dalam situasi semacam ini, uang menjadi tidak berharga lagi.
Tekanan ke atas inflasi muncul salah satunya karena melonjaknya jumlah uang yang beredar. Pemerintah mungkin memiliki tingkat utang tinggi. Dan, untuk melunasinya, mereka mungkin mencetak itu. Itu mendorong inflasi naik tajam karena lebih banyak uang mengejar lebih sedikit barang.
Pemerintah mungkin tidak dapat mengumpulkan pajak lebih tinggi untuk membayar utang. Itu biasanya terjadi selama jatuhnya penawaran agregat, perang, pergolakan sosial politik, atau krisis lain.
Stagflasi
Stagflasi mengacu pada situasi di mana pertumbuhan ekonomi stagnan, tapi pada saat yang bersamaan, inflasi melonjak. Fenomena ini kurang lazim. Biasanya, tingkat inflasi akan bergerak beriringan dengan pertumbuhan ekonomi. Ketika pertumbuhan ekonomi tinggi, itu akan mendorong harga-harga barang dalam perekonomian naik seiring dengan peningkatan permintaan agregat.
Tapi, stagflasi berbeda. Itu karena sumber permasalahan ada pada sisi penawaran. Contoh yang paling dikenal adalah kenaikan harga minyak.
Minyak bumi digunakan di sebagian besar industri. Jadi, ketika harganya naik, itu akan meningkatkan biaya produksi. Produsen akan meneruskan kenaikan biaya produksi ke harga jual. Akibatnya, inflasi naik.
Sementara itu, di beberapa industri, kenaikan harga minyak memaksa mereka untuk lebih efisien. Mereka kemudian memangkas output.
Hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi stagnan. Dan pada saat yang bersamaan inflasi. Secara spesifik, inflasi jenis ini kita sebut sebagai cost-push inflation, yakni kenaikan inflasi akibat biaya produksi yang lebih tinggi.
Stagflasi menjadi dilema bagi pemerintah. Kebijakan ekonomi kontraktif akan memperdalam kejatuhan output perekonomian dan meningkatkan pengangguran, meski inflasi mungkin turun. Sebaliknya, kebijakan ekonomi ekspansif, meski mungkin merangsang pertumbuhan ekonomi, hanya akan menghasilkan inflasi yang semakin tinggi akibat akselerasi permintaan agregat,
Misalnya, untuk menurunkan inflasi, bank sentral menerapkan kebijakan moneter kontraktif dengan menaikkan suku bunga. Langkah ini membuat pinjaman lebih mahal dan sektor riil biasanya akan terpukul. Hasilnya, aktivitas bisnis dapat menurun dan jumlah lapangan kerja berkurang.
Secara umum, begitu stagflasi terjadi, biasanya sulit untuk dikelola, dan pemerintah harus mengeluarkan biaya besar untuk menyeimbangkan ekonomi.
Kejatuhan pasar saham
Berbagai krisis, termasuk Depresi Besar, berawal dari pecahnya gelembung di pasar saham. Biasanya, sebelum pecah, aktivitas spekulasi mengakibatkan harga saham terus melambung dan sudah tidak lagi berada pada fundamental nilai wajarnya.
Ketika gelembung meletus, kepercayaan investor jatuh. Akibatnya, harga sama jatuh secara dramatis dan menguras modal dari bisnis. Itu juga mengakibatkan hilangnya sebagian besar kekayaan rumah tangga, termasuk uang pensiun mereka. Itu kemudian menciptakan pesimisme dan mengakibatkan permintaan agregat jatuh (melalui efek kekayaan).
Selain melalui pasar saham, gelembung dapat terjadi pada aset keuangan lainnya, seperti real estate. Seberapa signifikan dampaknya terhadap perekonomian, itu tergantung pada seberapa besar uang dalam perekonomian berputar di aset tersebut. Pecahnya gelembung saham dan real estat berdampak signifikan karena sebagian kekayaan rumah tangga dan bisnis diinvestasikan di keduanya.
Perang
Perang memicu kehancuran perekonomian sebuah negara. Ekonomi Irak, misalnya, runtuh karena perang gurun dan membuat PDB nominal yang tumbuh 213% pada 1960-an, 1325% pada 1970-an, dan 2% pada 1980-an, jatuh menjadi -47% pada 1990-an. Begitu juga, invasi Amerika Serikat pada tahun 2000-an membuat ekonomi negara itu runtuh.
Contoh keruntuhan ekonomi di dunia
Keruntuhan ekonomi bisa berlangsung lama dan sebentar, tergantung tingkat keparahannya. Di Amerika Serikat, Depresi Hebat 1930-an adalah contoh yang berlangsung lama. Depresi Hebat tahun 1930-an berlangsung selama tiga setengah tahun, memusnahkan lebih dari seperempat PDB AS. Selain itu, tingkat pengangguran selama Depresi naik hingga 23%.
Krisis keuangan tahun 2007-2009 adalah contoh lain dari keruntuhan ekonomi, meski berlangsung lebih pendek daripada Depresi Hebat. Salah satu faktor pemicu adalah aktivitas spekulasi di sektor perumahan di Amerika Serikat. Gelembung pecah dan menghasilkan kebangkrutan institusi keuangan besar seperti Lehman Brothers.
Keruntuhan juga terjadi di beberapa negara lain seperti Uni Soviet, Yunani, dan Argentina. Dalam kasus Yunani dan Argentina, keruntuhan berawal dari krisi utang. Krisi kemudian memaksa negara itu untuk mendevaluasi mata uang, mendapatkan dukungan bailout internasional, dan mereformasi pemerintahan.
Di Indonesia, keruntuhan ekonomi juga pernah berlangsung di 1997. Itu berawal dari krisi ekonomi, yang mana kemudian menjalar ke perekonomian, mengakibatkan kerusuhan sosial, dan memaksa Soeharto lengser dari jabatannya.
Efek dari krisis sangat parah. Pada November 1997, depresiasi mata uang menyebabkan utang publik melonjak menjadi USD60 miliar. Itu menyebabkan tekanan besar pada anggaran pemerintah. Dan, sebagai dampaknya, pada tahun 1998, PDB riil Indonesia terkontraksi sebesar 13,1%. Inflasi melambung ke level 72%. Sementara itu, rupiah, yang berada pada kisaran Rp2.600 per USD pada awal Agustus 1997 terdepresiasi menjadi Rp11.000 per USD pada Januari 1998.
Bacaan selanjutnya
- Depresi Ekonomi: Penyebab, Contoh, Efek, Solusi yang Mungkin
- Ekspansi Ekonomi: Definisi, Karakteristik, Faktor Pemicu, Dampak
- Fase Palung Dari Siklus Bisnis: Definisi dan Karakteristiknya
- Fase Puncak Siklus Bisnis: Arti, Karakteristik
- Keruntuhan Ekonomi: Tanda, Penyebab, dan Contoh
- Kontraksi Ekonomi: Definisi, Penyebab dan Dampaknya
- Krisis Ekonomi: Jenis dan Dampaknya
- Ledakan Ekonomi: Definisi, Ciri-Ciri, Dampak
- Pemulihan Ekonomi: Definisi, Jenis dan Karakteristiknya
- Resesi Ekonomi: Penyebab, Efek, dan Kemungkinan Solusi
- Siklus Bisnis Riil: Konsep, Asumsi, Penyebab, Kritik
- Siklus Bisnis: 4 Fase, Karakteristik dan Efeknya
- Siklus Kondratieff: Definisi, Rincian Siklus dan Kritik