Contents
Produk domestik bruto nominal (PDB nominal atau nominal GDP) adalah nilai moneter output di sebuah negara selama periode tertentu (setahun atau kuartal), diukur berdasarkan harga berlaku. Itu adalah indikator ukuran ekonomi sebuah negara.
Itu kontras dengan PDB riil, yang mana mengukur nilai output menggunakan harga konstan, alih-alih harga saat ini. Karena alasan ini, perubahan PDB nominal dapat terjadi karena perubahan output, perubahan harga barang dan jasa (inflasi) atau kombinasi keduanya.
Selanjutnya, jika anda ingin membandingkan ukuran ekonomi antar negara, anda perlu menggunakan PDB nominal yang disesuaikan dengan paritas daya beli (purchasing power parity atau PPP). Itu memberikan gambaran lebih komparatif karena mengeliminasi efek variasi nilai tukar.
Nama lain untuk PDB nominal adalah PDB pada harga berlaku.
Bagaimana menghitung PDB nominal
Rumus untuk menghitung PDB nominal adalah dengan mengalikan output dengan harga di tahun berlaku.
PDB Nominal = Jumlah output yang diproduksi di tahunt x Harga di tahunt
Mari, saya akan mengambil contoh sederhana. Kuantitas output Indonesia di tahun 2018 adalah sebanyak 100 unit dan harga masing-masing adalah sebesar Rp50 per unit. Maka total nilai PDB nominal tahun 2018 adalah sebesar Rp5.000 (100 unit x Rp50).
Selanjutnya, di tahun 2019, kuantitas output tidak naik tetapi harga naik menjadi Rp60. Maka PDB nominal di tahun 2019 adalah sebesar Rp6.000 (100 unit x Rp60).
Apa perbedaan PDB nominal dengan PDB riil
Untuk mengukur PDB riil, anda menggunakan harga konstan (harga tahun dasar). Rumus PDB riil adalah sebagai berikut:
PDB riil = Output yang diproduksi di tahunt x Harga di tahun dasar
Dalam contoh sebelumnya, jika 2018 adalah tahun dasar, maka nilai PDB riil tahun 2018 dan 2019 akan sama. Anda menggunakan harga Rp50 untuk menghitung nilai PDB riil. Karena output tidak berubah, nilai PDB riil tidak berubah.
Itu kontras dengan PDB nominal, yang mana nilainya meningkat menjadi Rp6.000. Meski kuantitas output tidak berubah, kenaikan harga membuat nilainya meningkat.
Jadi:
- Nilai PDB nominal dan PDB riil akan sama di tahun dasar.
- PDB nominal akan berubah ketika kuantitas, harga, atau kombinasi keduanya berubah.
- Perubahan harga tidak mempengaruhi nilai PDB riil. Nilainya akan berubah hanya jika kuantitas berubah.
- Selama inflasi berlangsung, PDB nominal akan lebih tinggi daripada PDB riil. Sebaliknya, deflasi yang terus menerus membuat PDB nominal lebih rendah daripada PDB riil.
Oleh kerana itu, PDB riil adalah indikator yang lebih akurat untuk mengukur pertumbuhan ekonomi daripada PDB nominal. Itu karena pertumbuhan PDB riil mencerminkan perubahan kuantitas dan tingkat produksi dari waktu ke waktu.
Mengapa PDB nominal penting
Meski bukan ukuran yang lebih akurat dari pertumbuhan ekonomi, namun, itu tidak berarti PDB nominal tidak penting.
PDB nominal adalah ukuran moneter yang lebih akurat untuk mengukur ukuran ekonomi dan nilai produksi di titik waktu tertentu. Katakanlah, anda ingin menghitung nilai produksi mobil di tahun 2019. Tentu saja, anda harus menggunakan harga di tahun 2019. Menggunakan harga di tahun dasar (2018) hanya akan menghasilkan nilai pasar yang tidak aktual.
PDB nominal juga lebih representatif jika anda ingin memperbandingkan kontribusi masing-masing sektor terhadap PDB. Misalnya, anda ingin membandingkan kontribusi sektor manufaktur dan sektor pertanian di tahun 2019. Menggunakan PDB nominal akan menghasilkan nilai perbandingan yang lebih akurat.
Perusahaan dan analis menggunakannya sebagai referensi dalam menetapkan target pendapatan perusahaan. Karena menggunakan harga saat ini, PDB nominal adalah ukuran yang baik untuk mengukur nilai pasar produk anda. k perusahaan dan oleh karena itu, potensi pendapatan perusahaan.
Tapi, jika target perusahaan anda adalah pertumbuhan output. Maka, PDB riil lebih tepat anda gunakan sebagai referensi.
Ekonom menggunakannya untuk melacak pengaruh jumlah uang beredar terhadap inflasi. Mereka mengamati pertumbuhan jumlah uang beredar relatif terhadap pertumbuhan dalam PDB nominal.
Jika pertumbuhan uang lebih rendah daripada pertumbuhan PDB nominal, kemungkinan ada tekanan disinflasi atau deflasi. Sebaliknya, ketika pertumbuhan uang beredar lebih cepat daripada pertumbuhan PDB nominal, kemungkinan ada tekanan inflasi dalam perekonomian.
Secara umum, PDB nominal lebih disukai untuk membandingkan PDB dengan PDB dengan variabel lain yang juga tidak menyesuaikan inflasi. Contoh sebelumnya adalah pendapatan perusahaan. Contoh lain adalah utang. Utang selalu dinyatakan sebagai angka nominal, sehingga rasio utang terhadap PDB selalu didasarkan pada PDB nominal.
Bagaimana cara mengkonversi PDB nominal ke PDB riil
Untuk mendapatkan PDB riil, anda memerlukan indikator ketiga, yakni deflator PDB. Itu mengukur harga agregat untuk barang dan jasa yang diproduksi dalam sebuah perekonomian. Anda dapat menghitungnya dengan membagi PDB nominal dengan PDB riil.
Deflator PDB = (PDB Nominal/PDB riil) x 100
Ambil contoh di atas:
- PDB nominal 2018: Rp5.000; 2019: Rp6.000
- PDB riil 2018: Rp5.000; 2019: Rp5.000
Deflator PDB 2018 = (Rp5.000/Rp5.000) x 100 = 100
Deflator PDB 2019= (Rp6.000/Rp5.000) x 100 = 120
Persentase perubahan deflator PDB mewakili tingkat inflasi dalam perekonomian. Itu merupakan alternatif untuk indikator harga lainnya seperti Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Indeks Harga Produsen (PPI). Dalam hal ini, tingkat inflasi adalah sebesar 20% = [(120/100)-1] x 100. Persentase tersebut sama dengan kenaikan harga barang 20% = [(60/50)-1] x 100.
Kemudian, untuk mengkonversi PDB nominal menjadi PDB riil, anda perlu mengkonversi rumus di atas menjadi:
PDB riil = (PDB nominal x 100)/Deflator PDB
Sekarang kita konversi data di tahun 2018 dan 2019 menggunakan data PDB deflator tersebut:
- PDB riil 2018 = (Rp5.000 x 100)/100 = Rp5.000
- PDB riil 2019 = (Rp6.000 x 100/120) = Rp5.000