Contents
Apa itu: Dolarisasi (dollarization) berarti mengadopsi dolar AS sebagai mata uang dan satuan hitung oleh negara selain Amerika Serikat. Istilah bisa memiliki makna yang lebih luas, yakni adopsi mata uang asing oleh sebuah negara selain negara penerbit mata uang tersebut. Jadi, dolarisasi tidak selalu melibatkan penggunaan dolar Amerika Serikat.
Dolar AS memang menjadi pilihan yang lebih disukai. Karena menjadi benchmark di pasar internasional, banyak negara lebih memilihnya daripada mata uang kuat lainnya seperti Euro dan Yen Jepang. Karena alasan ini, kita menggunakan istilah dolarisasi.
Selanjutnya, ada juga istilah dolarisasi parsial. Ini terjadi ketika suatu negara memberi dolar AS status yang sama dengan mata uangnya sendiri atau mematok mata uangnya satu-ke-satu dengan dolar AS.
Cara kerja dolarisasi
Dolarisasi adalah fenomena di mana penduduk suatu negara menggunakan mata uang asing secara ekstensif di samping mata uang domestik. Mereka mungkin tidak percaya terhadap mata uang domestik, sehingga lebih suka memegang mata uang asing.
Dolarisasi bisa resmi dan tidak resmi. Resmi berarti pemerintah mengambil kebijakan untuk mengganti mata uang domestik dan menggunakan mata uang asing untuk memfasilitasi aktivitas perekonomian. Tidak resmi berarti tidak ada kebijakan pemerintah untuk melakukannya. Orang lebih suka memegang uang asing mungkin karena nilainya lebih stabil dari waktu ke waktu.
Tujuan adopsi dolarisasi
Adopsi dolar sebagai mata uang menjadi sarana untuk mengendalikan inflasi dan volatilitas suku bunga. Itu biasanya adalah salah satu opsi ketika terjadi selama hiperinflasi, di mana orang tidak lagi percaya terhadap mata uang domestik.
Negara pengadopsi mendapatkan manfaat dari kredibilitas dolar AS. Dolar AS dianggap sebagai mata uang yang relatif stabil. Oleh karena itu, jika digunakan sebagai alat tukar, nilai dolar AS tidak terpengaruh oleh inflasi domestik yang sedang terjadi.
Kapan dolarisasi biasanya diadopsi
Adopsi dolar AS biasanya terjadi ketika mata uang domestik kehilangan nilai sebagai alat tukar. Penyebab umumnya biasanya karena adanya hiperinflasi.
Hiperinflasi membuat daya beli mata uang domestik jatuh secara cepat. Uang menjadi tidak bernilai dalam hitungan hari. Orang kemudian lebih memilih memegangnya secara tunai atau menukarnya dengan mata uang asing yang lebih stabil, misalnya dolar AS.
Adopsi dolar AS biasanya terjadi di negara-negara berkembang. Mereka cenderung memiliki otoritas moneter yang relatif lemah atau lingkungan ekonomi yang tidak stabil.
Dolarisasi mungkin menjadi salah satu kebijakan moneter resmi, di mana bank sentral mengambil keputusan untuk itu. Atau, itu adalah sebagai proses untuk menghindari hiperinflasi yang berkelanjutan oleh pelaku ekonomi, meski bank sentral tidak mengeluarkan kebijakan resmi.
Setelah dolar AS diakui sebagai alat tukar resmi, orang dapat menggunakannya dalam transaksi sehari-hari.
Proses adopsi
Dolarisasi biasanya dilakukan secara bertahap. Pada fase awal, adopsi terjadi ketika masyarakat mulai mengadopsi mata uang asing sebagai unit penyimpan nilai. Mereka masih belum menggunakan mata uang asing tersebut sebagai alat transaksi. Mereka masih menggunakan mata uang domestik untuk berbagai keperluan transaksi seperti membayar pajak dan tagihan lainnya.
Kemudian, adopsi mata uang mulai digunakan secara luas dalam perekonomian oleh pelaku ekonomi. Mereka memegang sebagian besar kekayaan finansial dalam aset mata uang asing. Pada tahap ini, mata uang asing juga belum menjadi alat pembayaran yang sah.
Tahap berikutnya adalah dolarisasi resmi. Pemerintah mengakui mata uang asing tersebut sebagai alat pembayaran dan penyimpan nilai.
Jenis dolarisasi
Dolarisasi memiliki tiga jenis utama:
- Dolarisasi tidak resmi (unofficial dollarization)– mata uang asing masih menjadi satuan penyimpan nilai. Orang belum menggunakannya sebagai alat pembayaran atau memfasilitasi transaksi.
- Dolarisasi semi-resmi (semiofficial dollarization) – mata uang asing telah menjadi alat pembayaran yang sah, tapi memainkan peran sekunder. Pelaku ekonomi hanya menggunakannya untuk transaksi-transaksi spesifik. Mereka masih menggunakan mata uang domestik untuk transaksi sehari-hari seperti membeli produk, membayar pajak, dan membayar gaji.
- Dolarisasi resmi (Official dollarization)– mata uang asing menjadi alat pembayaran dan satuan hitung. Pelaku ekonomi menggunakannya secara penuh dalam transaksi sehari-hari.
Contoh negara yang mengadopsi dolarisasi
Diantara negara yang melakukan kebijakan dolarisasi adalah Zimbabwe. Negara tersebut telah menjalankannya untuk menstabilkan ekonomi dan keluar dari hiperinflasi.
Sebagaimana diketahui, inflasi tahunan di Zimbabwe pernah mencapai 231 juta persen pada Juli 2008. Dampaknya, nilai mata uang negara tersebut anjlok dan tidak berharga lagi.
Untuk keluar dari kemerosotan daya beli uang, banyak warga Zimbabwe mulai mengadopsi mata uang asing untuk melakukan transaksi bisnis atau beralih ke barter sederhana.
Kemudian, pada tahun 2009, pemerintah negara tersebut mengumumkan adopsi dolar AS sebagai mata uang dalam perekonomian. Kemudian, karena inflasi masih terus berlangsung, pemerintah juga menangguhkan penggunaan dolar Zimbabwe pada 2015.
Pro kontra dolarisasi
Keuntungan dolarisasi
- Adopsi dolar menjadi salah satu jalan untuk keluar dari hiperinflasi. Itu perlahan akan mengarah ke harga yang lebih stabil.
- Dolarisasi penuh menghindari krisis mata uang. Itu membantu mengurangi premi risiko negara (sovereign risk premium). Karena premi risiko turun, itu mengarah pada suku bunga yang lebih rendah dan investasi yang lebih tinggi.
- Dolarisasi memfasilitasi pertumbuhan perdagangan. Itu mengurangi biaya transaksi perdagangan antara negara pengadopsi dengan negara lain yang menggunakan mata uang yang sama.
- Adopsi dolar AS bermanfaat jika membantu memanfaatkan skala ekonomi dalam kebijakan moneter. Maksud saya, negara pengadopsi menghemat sumber daya karena pasokan ditentukan oleh negara penerbit, Amerika Serikat.
Kelemahan dolarisasi
Pertama, mengadopsi mata uang asing mengeliminasi independensi dalam mengambil kebijakan moneter. Negara tersebut secara efektif mengalihdayakan kebijakan moneter mereka ke Federal Reserve AS, yang mana menentukan jumlah uang beredar dan nilai dolar AS.
Sebagai hasilnya, kebijakan moneter di AS akan mempengaruhi perekonomian negara tersebut. Dan, tentu saja, kebijakan moneter di AS adalah untuk kepentingan ekonomi AS dan bukan untuk kepentingan negara pengadopsi dolar tersebut.
Karena mengadopsi mata uang asing, maka otoritas moneter tidak bertanggung jawab atas penciptaan uang.
Kedua, saluran suku bunga tidak efektif. Katakanlah, bank sentral di negara pengadopsi menurunkan suku bunga untuk merangsang ekonomi. Penurunan suku bunga tidak memberi dampak pada perekonomian. Meski suku bunga turun, itu tidak meningkatkan jumlah dolar AS yang beredar. Hanya bank sentral AS yang dapat melakukannya.
Ketiga, dolarisasi tidak mempengaruhi kelayakan kredit negara pengadopsi. Adopsi dolar AS tidak berarti kelayakan kredit negara pengadopsi akan sama dengan Amerika Serikat, negara yang mengeluarkan dolar AS. Sehingga, suku bunga dolar AS di negara tersebut juga tidak akan sama dengan suku bunga dolar AS di Amerika Serikat.
Keempat, otoritas moneter domestik tidak lagi menghasilkan pendapatan seigniorage karena tidak mengeluarkan mata uang.