Kesenjangan inflasioner atau kesenjangan inflasi (inflationary gap) terjadi ketika ekuilibrium jangka pendek berada di atas PDB potensial. Itu terjadi ketika permintaan agregat meningkat dan mengeser kurvanya ke kanan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi fenomena ini termasuk pengeluaran pemerintah, pajak, suku bunga, nilai tukar, dan pertumbuhan ekonomi global. Juga dikenal dengan istilah kesenjangan ekspansioner (expansionary gap) atau kesenjangan Okun (Okun gap).
Lebih dalam tentang “Kesenjangan Inflasioner”
Kesenjangan inflasioner adalah kebalikan dari kesenjangan deflasioner. Yang terakhir terjadi ketika ekulibrium jangka pendek berada di bawah output jangka panjang.
Kesenjangan inflasioner terjadi karena ada peningkatan permintaan agregat bergeser, yang mana menggeser kurva permintaan agregat ke kanan. Sebagai akibatnya, ekuilibrium jangka pendek berpindah, yang mana membuat tingkat harga umum meningkat dan PDB riil berada di atas PDB potensial.
- Peningkatan permintaan agregat dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya:
- Kebijakan fiscal ekspansioner (kenaikan belanja pemerintah dan penurunan tarif pajak)
- Kebijakan moneter ekspansioner (penurunan suku bunga dan operasi pasar terbuka)
- Depresiasi nilai tukar
- Pertumbuhan ekonomi global berekspansi
Kebijakan fiskal ekspansioner
Peningkatan belanja pemerintah meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa dalam perekononian. Sementara itu, penurunan pajak meningkatkan pendapatan disposabel konsumen, mendorong mereka membelanjakan lebih banyak uang pada barang dan jasa. Kedua kebijakan fiscal ekspansioner tersebut pada akhirnya mendorong kenaikan permintaan agregat. Situasi ini menciptakan tekanan ke atas pada tingkat harga dan mendorong perekonomian untuk berproduksi di atas output potensialnya.
Keuntungan perusahaan cenderung meningkat seiring dengan kenaikan harga. Pertumbuhan ekonomi juga mendorong perusahaan untuk mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja demi meningkatkan produksi. Dengan demikian, ketika ekonomi beroperasi di atas potensinya, pengangguran di bawah tingkat alami.
Sampai batas tertentu, peningkatan tingkat harga dapat mengurangi upah riil. Ini karena kenaikan upah nominal lebih rendah daripada kenaikan tingkat harga. Upah riil yang rendah mendorong pekerja untuk menuntut kenaikan upah nominal untuk mempertahankan daya beli. Tingginya harga produk juga membuat produsen menyetujui permintaan tersebut. Karena mereka telah beroperasi di atas kapasitas, mereka harus mempertahankan pekerja untuk mempertahankan tingkat output.
Meningkatnya upah meningkatkan biaya produksi perusahaan. Ini mengurangi pasokan agregat jangka pendek. Akibatnya, keseimbangan jangka panjang bergerak menuju ekuilibrium jangka panjang, tetapi dengan harga yang lebih tinggi.
Sebagai alternatif, untuk menggerakkan ekonomi kembali ke ekuilibrium jangka panjang awal, para pembuat kebijakan dapat mempengaruhi perekonomian dengan mengadopsi kebijakan kontraktif untuk mengurangi permintaan agregat. Pemerintah mungkin memilih untuk mengurangi pengeluarannya atau menaikkan pajak. Kebijakan ini mengurangi permintaan barang dan jasa dalam perekonomian.
Kebijakan moneter ekspansioner
Bank sentral mengintervensi perekonomian melalui kebijakan moneternya. Ketika mereka menurunkan suku bunga kebijakan atau menggelar [[operasi pasar terbuka]], jumlah uang yang beredar di dalam perekonomian bertambah. Ini mendorong bank untuk meningkatkan kredit, yang mana pada akhirnya memacu konsumsi rumah tangga dan investasi bisnis. Peningkatan konsumsi dan investasi mendorong kenaikan permintaan agregat, memungkinkan perekonomian beroperasi di atas output potensialnya.
Ketika perekonomian berada di atas output potensialnya, tekanan inflasi menguat dan untuk menghindari ekonomi yang terlalu panas, bank sentral akan memperlambat laju pertumbuhan jumlah uang beredar dengan menaikkan suku bunga kebijakan. Ini membuat biaya pinjaman lebih mahal. Konsumen enggan mengambil pinjaman baru untuk membeli barang tahan lama. Demikian juga, bisnis cenderung menunda investasi mengingat biaya pendanaan yang lebih mahal. Sebagai akibatnya, permintaan agregat menurun dan mendorong output riil menu output potensialnya.