Contents
Apa itu: Pengeluaran otonom (autonomous expenditures) tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Dengan kata lain, mereka akan tetap ada meskipun penghasilan sama dengan nol. Pengeluaran untuk barang-barang seperti makanan dan minuman adalah contohnya. Mereka adalah esensial untuk memenuhi kebutuhan dasar kita. Sehingga, kita tetap membelinya karena tanpa mereka, hidup kita dipertaruhkan – kita mati jika tidak mengkonsumsi makanan dan minuman.
Pengeluaran semacam itu juga ada dalam ekonomi makro – dan artikel ini fokus membahas itu. Untuk mengukur pendapatan, ekonom menggunakan PDB riil untuk mewakili itu. Sehingga, pengeluaran otonom dalam makroekonomi merujuk pada item dalam pengeluaran agregat yang mana perubahannya tidak dipengaruhi oleh perubahan dalam PDB riil.
Ekspor adalah contoh pengeluaran otonom. Itu adalah pengeluaran otonom karena mewakili barang yang dibeli oleh orang asing. Oleh karena itu, itu tidak dipengaruhi oleh pendapatan domestik, melainkan pendapatan orang asing.
Pengeluaran pemerintah adalah contoh lainnya. Beberapa item dalam belanja pemerintah dianggap otonom karena diperlukan untuk menjalankan sebuah negara, bahkan selama masa sulit seperti depresi ekonomi.
Apa rumus pengeluaran otonom?
Sebagaimana definisi di atas, pengeluaran otonom tidak tergantung pada fluktuasi dalam tingkat pendapatan. Nilainya konstan, bahkan jika pendapatan adalah nol. Kemudian, ekonom menuliskannya ke dalam rumus matematis linear seperti persamaan di bawah ini:
- AE = c + bY
AE mewakili pengeluaran agregat. c mewakili pengeluaran otonom. Y mewakili pendapatan (PDB riil).
Sedangkan, b mewakili kemiringan, yang mana menggambarkan perubahan dalam AE ketika Y berubah. Ekonom juga merujuk itu sebagai kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume atau MPC).
Dari rumus di atas, ketika PDB riil sama dengan nol, maka pengeluaran agregat sama dengan pengeluaran otonom. Itu selalu positif, mengapa? Mari ambil beberapa contoh. Pertama, sektor rumah tangga akan tetap mengeluarkan belanja seperti untuk makanan atau minuman bahkan ketika mereka tidak memiliki pendapatan. Mereka mungkin mengambil kekayaan dari tabungan yang mereka kumpulkan di masa lalu. Atau, mereka meminjam untuk membiayai konsumsi.
Kedua, ekspor juga tidak mungkin negatif. Itu hanya bisa nol, yang mana berarti tidak ada barang yang dikirimkan ke pasar luar negeri.
Ketiga, belanja pemerintah juga tidak mungkin nol. Pemerintah juga harus menganggarkan belanja untuk menjalankan pemerintahan, misalnya belanja pegawai, jadi itu juga tidak pernah negatif.
Ketiga penjelasan tersebut menunjukkan mengapa pengeluaran otonom selalu positif.
Ekonom kemudian menggambarkan formula di atas ke dalam sebuah kurva, di mana sumbu Y mewakili total pengeluaran, dan sumbu X mewakili PDB riil. Titik kombinasi antara pengeluaran agregat dengan PDB riil akan membentuk garis linear lurus dengan kemiringan positif. Dan ketika PDB riil sama dengan nol, pengeluaran agregat sama dengan pengeluaran otonom dan karena nilainya selalu positif, maka itu akan lebih besar dari nol.
Apa perbedaan antara pengeluaran otonom dengan pengeluaran yang diinduksi?
Pengeluaran otonom adalah kebalikan dari pengeluaran yang diinduksi (induced expenditures). Yang terakhir dipengaruhi oleh pendapatan. Di bawah ini adalah dua kurva untuk mewakili hubungan keduanya dengan PDB riil.
Pengeluaran yang diinduksi berfluktuasi dengan perubahan dalam pendapatan agregat, seperti yang ditunjukkan oleh perubahan dalam PDB riil. Misalnya, ketika PDB riil naik, beberapa pengeluaran yang diinduksi juga akan meningkat. Begitu juga sebaliknya, nilainya akan menurun ketika PDB riil turun.
Pengeluaran rumah tangga dan investasi bisnis adalah contoh bagus. Ketika PDB riil tumbuh seperti selama ekspansi, rumah tangga melihat prospek pendapatan dan pekerjaan yang membaik. Itu mendorong mereka untuk menghabiskan uang untuk berbelanja, meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa. Bisnis melihat kondisi ini menguntungkan. Permintaan yang tumbuh merangsang mereka untuk meningkatkan produksi dengan berinvestasi, berharap bisa menghasilkan lebih banyak keuntungan.
Sementara itu, pengeluaran otonom tidak tergantung pada fluktuasi PDB riil. Nilainya konstan, bahkan jika PDB riil adalah nol. Dalam sebuah kurva, nilainya mewakili intersep dari kurva pengeluaran agregat linier seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Apa saja faktor yang mempengaruhi pengeluaran otonom?
Meski tak terpengaruh oleh pendapatan, tapi faktor lain berperan untuk mempengaruhi pengeluaran otonom. Kekayaan adalah contohnya. Rumah tangga masih mempertahankan pengeluaran meski pendapatan mereka nol. Mereka bisa menjual aset seperti saham yang dimiliki untuk mendapatkan uang dan membiayai pengeluaran. Atau, mereka meminjam ke kerabat dan membayarnya kembali setelah menemukan pekerjaan.
Selain kekayaan, faktor lain berperan dalam mempengaruhi pengeluaran otonom, termasuk:
- Suku bunga mempengaruhi pinjaman untuk konsumsi dan investasi. Misalnya, suku bunga rendah mendorong rumah tangga untuk meminjam untuk membiayai belanja.
- Kebijakan perdagangan mempengaruhi ekspor dan impor. Misalnya, pengenaan tarif oleh pemerintah di negara tujuan mempengaruhi ekspor.
- Ketidakpastian politik berdampak pada keputusan investasi. Itu mengganggu iklim investasi, mendorong bisnis menunda investasi.
- Kebijakan diskresioner pemerintah. Pemerintah mengambil kebijakan fiskal ekspansioner selama resesi untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.
- Ekspektasi konsumen mempengaruhi keputusan belanja saat ini. Misalnya, jika kita memperkirakan harga barang yang paling kita sukai akan naik di bulan depan, kita mungkin rela meminjam uang untuk membelinya sekarang meski kita menganggur dan tidak memiliki pendapatan.
- Nilai tukar mempengaruhi ekspor dan impor. Misalnya, depresiasi membuat barang domestik menjadi lebih murah bagi orang asing, mendorong ekspor.
Apa saja komponen pengeluaran otonom?
Sebelum membahas contoh item dalam pengeluaran otonom, mari kita sedikit merefresh ingatan kita tentang pengeluaran agregat. Ekonom merujuk itu pada apa yang dibelanjakan oleh empat aktor makroekonomi: sektor rumah tangga, bisnis, pemerintah dan asing (luar negeri). Konsumsi mewakili pengeluaran rumah tangga. Investasi mewakili pengeluaran oleh bisnis. Belanja fiskal mewakili pengeluaran oleh pemerintah. Dan net ekspor mewakili pengeluaran oleh orang asing terhadap barang dan jasa yang diproduksi perekonomian domestik setelah dikurangi dengan apa yang dibelanjakan oleh tiga sektor lainnya terhadap barang luar negeri.
Keempat pengeluaran tersebut mengandung komponen otonom. Beberapa cenderung mengandung komponen otonom secara dominan. Yang lainnya cenderung minimal. Jadi, kita simpulkan, komponen pengeluaran otonom mencakup:
- Konsumsi rumah tangga
- Pengeluaran investasi
- Pengeluaran pemerintah
- Ekspor neto
Konsumsi rumah tangga
Sebagian pengeluaran rumah tangga adalah otonom. Sebagaimana dicontohkan sebelumnya, kita harus membeli makanan bahkan ketika kita tidak memiliki pendapatan. Lantas dari mana uang kita? Itu bisa dari tabungan kita. Atau kita meminjam uang ke kerabat kita.
Tidak dipengaruhi oleh pendapatan tidak berarti tidak ada pengeluaran. Selain itu, meski tidak dipengaruhi oleh pendapatan, berapa yang kita keluarkan sebagai pengeluaran otonom juga bisa berubah oleh faktor lain seperti kekayaan dan bunga pinjaman.
Pengeluaran investasi
Beberapa pengeluaran investasi bisnis juga bersifat otonom. Memang, biasanya, bisnis berinvestasi selama ekspansi ekonomi di mana PDB riil tumbuh kuat. Pada periode ini, mereka melihat prospek permintaan yang kuat, mendorong mereka untuk berinvestasi untuk meningkatkan produksi. Mereka berharap bisa menjual lebih banyak dan mendapatkan lebih banyak keuntungan dengan berinvestasi.
Namun, kasus di atas tidak selalu berlaku selamanya. Adakalanya, bisnis tetap berinvestasi karena melihat peluang tumbuh yang kuat di masa depan meski perekonomian sedang memburuk. Contohnya adalah perusahaan di sektor-sektor non-siklikal seperti barang-barang kebutuhan pokok dan utilitas. Permintaan terhadap produk-produk mereka relatif stabil selama penurunan ekonomi. Sehingga, jika kapasitas produksi mereka saat ini sudah tidak mencukupi, mereka tetap berinvestasi.
Dalam kasus lain, bisnis menemukan mesin produksi mereka usang, memunculkan biaya. Mereka tetap berinvestasi karena mesin usang memunculkan biaya yang lebih tinggi (penurunan output) daripada berinvestasi.
Secara umum, bisnis biasanya melihat ke depan ketika berinvestasi, bukan kondisi perekonomian saat ini. Selama menghasilkan pengembalian yang tinggi, mereka kemungkinan akan tetap berinvestasi seperti membangun pabrik baru atau memesan barang modal baru.
Faktor seperti bunga pinjaman investasi juga berperan terhadap keputusan investasi. Suku bunga rendah – selama resesi, suku bunga adalah rendah karena biasanya bank sentral melonggarkan kebijakan moneter untuk merangsang pertumbuhan ekonomi – memungkinkan mereka untuk mendapatkan dana pada biaya yang lebih murah.
Pengeluaran pemerintah
Tidak seperti pendapatan pajak, sebagian pengeluaran pemerintah adalah otonom. Misalnya, belanja pegawai dan pengeluaran lainnya seperti pertahanan akan tetap ada meski PDB riil tidak tumbuh. Pengeluaran semacam itu esensial untuk kegiatan administrasi pemerintahan dan memberikan layanan publik.
Siklus ekonomi yang sedang terjadi mungkin menjadi pertimbangan dalam merancang anggaran pengeluaran. Dan, itu tergantung biasanya pada kebijaksanaan pemerintah. Misalnya, selama resesi, di mana PDB riil negatif, pemerintah mungkin justru menaikkan pengeluarannya. Kebijakan ini disebut sebagai kebijakan fiskal ekspansioner.
Kebijakan fiskal ekspansioner bertujuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Peningkatan belanja akan meningkatkan permintaan barang dan jasa di dalam perekonomian, baik secara langsung maupun tidak langsung seperti melalui proyek infrastruktur. Permintaan agregat meningkat, mendorong bisnis untuk meningkatkan produksi. Sebagai hasilnya, PDB riil pulih dan tumbuh positif.
Ekspor neto
Ekspor neto adalah selisih antara ekspor dengan impor. Sebagian impor adalah otonom, mirip seperti konsumsi rumah tangga. Sebaliknya, ekspor adalah otonom.
Ekspor mewakili pengeluaran oleh orang asing terhadap barang dan jasa domestik. Karena alasan ini, itu otonom karena tidak dipengaruhi oleh PDB riil domestik, melainkan PDB riil negara tujuan. Dan dalam definisi luas, itu dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi global.
Mengapa pengeluaran otonom penting bagi perekonomian
Pengeluaran otonom penting karena menciptakan efek pengganda. Peningkatan pengeluaran otonom mendorong PDB riil. PDB yang lebih tinggi meningkatkan pendapatan disposabel, yang kemudian mendorong pengeluaran terinduksi. Kemudian, pengeluaran terinduksi yang lebih tinggi meningkatkan PDB riil dan pada gilirannya, meningkatkan pengeluaran terinduksi lebih lanjut. Akhirnya, peningkatan pengeluaran otonom menciptakan pengganda (multiplier) dalam PDB riil, di mana – jika tidak ada pajak penghasilan atau impor – pengganda tersebut sama dengan sebagai berikut:
- Pengganda = 1 / (1-MPC)
Di mana MPC adalah kecenderungan mengkonsumsi marjinal, yang mana menunjukkan konsumsi tambahan akibat satu lagi tambahan penghasilan.
Ambil pengeluaran pemerintah sebagai contoh untuk menjelaskan cara kerja pengganda tersebut. Pemerintah meluncurkan kebijakan fiskal ekspansioner untuk merangsang pertumbuhan karena perekonomian sedang resesi, katakanlah dengan menaikkan anggaran infrastruktur.
Kenaikan belanja infrastruktur menciptakan permintaan terhadap barang dan jasa terkait. Bisnis terkait infrastruktur akhirnya meningkatkan produksi karena melihat permintaan produk mereka meningkat. Mereka meningkatkan lembur atau menambah tenaga kerja baru. Sebagai hasilnya, tambahan anggaran infrastruktur menciptakan lebih banyak pekerjaan dan pendapatan bagi rumah tangga, baik secara langsung maupun tidak langsung – melalui bisnis terkait infrastruktur.
Perbaikan prospek pendapatan mendorong pekerja di sektor infrastruktur untuk meningkatkan pengeluaran, menciptakan permintaan terhadap barang dan jasa secara lebih luas. Bisnis merespon permintaan yang lebih kuat tersebut dengan meningkatkan produksi. Mereka berinvestasi di barang modal dan menambah pekerja baru untuk memenuhi peningkatan permintaan. Sebagai hasilnya, tingkat pengangguran menurun.
Kemudian, rumah tangga melihat prospek pendapatan dan pekerjaan mereka lebih kuat. Akhirnya, itu mendorong mereka untuk meningkatkan konsumsi dan merangsang permintaan lebih lanjut. Bisnis kemudian berinvestasi untuk meningkatkan output lebih lanjut. Sebagai hasilnya, peningkatan anggaran infrastruktur akhirnya mendorong peningkatan output (PDB riil) di dalam perekonomian berkali–kali lipat, lebih dari yang dihasilkan dari nominal tambahannya.
Bacaan selanjutnya
- Anggaran Berimbang: Mengapa Penting, Efek Pengganda
- Anggaran Pemerintah: Komponen, Jenis dan Kebijakan Fiskal
- Belanja Modal Pemerintah: Contoh, Mengapa Penting
- Defisit Anggaran Siklikal: Penyebab, Cara Kerja, Dampak
- Defisit Anggaran Struktural: Cara Kerja dan Implikasinya
- Defisit Anggaran: Rumus, Penyebab, dan Akibat
- Kebijakan Fiskal Diskresioner: Cara Kerja, Jenis, Efek
- Pajak Bersih Dalam Makroekonomi: Rumus, Efek Terhadap Ekonomi
- Pajak Yang Diinduksi: Contoh, Cara Kerja, Efek Terhadap Perekonomian
- Pajak: Jenis dan Dampaknya Terhadap Perekonomian
- Pembayaran Transfer: Pentingnya, Jenis, dan Kritik
- Pendapatan Pemerintah: Jenis dan Mengapa Penting?
- Pengeluaran Diskresioner Pemerintah: Apa Itu? Apa Saja Contohnya?
- Pengeluaran Lancar Pemerintah: Contoh, Perhitungan dalam PDB
- Pengeluaran Otonom: Rumus, Komponen, Faktor Penentu
- Pengeluaran Pemerintah: Komponen dan Efek Terhadap Perekonomian
- Pengeluaran Terinduksi: Definisi, Contoh, Rumus
- Stabilisator Otomatis: Contoh dan Cara Kerja
- Surplus Anggaran: Alasan Terjadi dan Efeknya
- Utang Nasional: Apa itu dan Apa Implikasinya?