Contents
Apa itu: Ekuilibrium makroekonomi jangka pendek (short-run macroeconomic equilibrium) terjadi ketika kurva permintaan agregat dan kurva penawaran agregat jangka pendek berpotongan. Itu menentukan output aktual (PDB riil) dan tingkat harga di dalam perekonomian.
Ekuilibrium mungkin berada di bawah, pada, atau di atas output potensial (PDB potensial), diwakili oleh kurva penawaran agregat jangka panjang. Ketika ekuilibrium berada di bawah output potensial , ada kesenjangan output negatif (atau kesenjangan resesioner). Jika ada pada titik di kurva penawaran agregat jangka panjang, PDB riil sama dengan PDB potensial – ekonom menyebut perekonomian berada pada lapangan kerja penuh. Sementara itu, jika di atas output potensial , ada kesenjangan output positif (atau kesenjangan ekspansioner).
Pergeseran kurva permintaan agregat dan kurva penawaran agregat jangka pendek menyebabkan fluktuasi jangka pendek. Sebagai hasilnya, ekuilibrium jangka pendek bergerak di sekitar output potensial. Pergerakan tersebut menghasilkan apa yang kita sebut sebagai siklus bisnis.
Apa perbedaan antara ekuilibrium makroekonomi jangka pendek dengan ekuilibrium makroekonomi jangka panjang?
Ekuilibrium makroekonomi jangka pendek ditentukan oleh perubahan dalam permintaan agregat dan penawaran agregat jangka pendek. Jika kedua kurva berpotongan, itu menghasilkan ekuilibrium jangka pendek. Itu menentukan output aktual di dalam perekonomian.
Pada satu waktu, ekuilibrium mungkin berada pada titik di kurva penawaran agregat jangka panjang. Dengan kata lain, kurva permintaan agregat berpotongan dengan kurva penawaran agregat jangka pendek tepat di titik di kurva penawaran agregat jangka panjang. Situasi ini apa yang kita sebut ekuilibrium makroekonomi jangka panjang.
Sehingga, jika ekuilibrium makroekonomi jangka panjang tercapai, output aktual sama dengan output potensial. Atau, PDB riil sama dengan PDB potensial. Tapi, ekuilibrium jangka pendek biasanya menyimpang dari penawaran agregat jangka panjang, mungkin di atas atau di bawah (dalam grafik itu di sebelah kanan atau kiri).
Apa yang terjadi ketika ekuilibrium makroekonomi jangka pendek menyimpang dari kurva penawaran agregat jangka panjang?
Di kondisi aktual, ekuilibrium makroekonomi jangka pendek jarang tepat pada titik di kurva penawaran agregat jangka panjang. Kurva penawaran agregat jangka pendek dan kurva permintaan agregat seringkali bergeser ke kanan dan ke kiri, menghasilkan ekuilibrium jangka pendek berfluktuasi di sekitar kurva penawaran agregat jangka panjang. Dalam bahasa sederhana, PDB riil jarang sama dengan PDB potensial. Deviasi tersebut membentuk siklus bisnis.
PDB riil kurang dari PDB potensial.
PDB riil mungkin lebih rendah dari pada PDB potensial. Situasi ini disebut dengan kesenjangan output negatif. Itu juga disebut dengan kesenjangan resesioner karena output perekonomian jatuh di bawah kapasitas penuhnya. Akibatnya, beberapa sumber daya di dalam perekonomian menganggur.
Itu juga disebut dengan kesenjangan deflasioner karena tingkat harga cenderung tertekan ke bawah. Dalam kasus ini, deflasioner tidak selalu berarti sedang terjadi deflasi. Perekonomian mungkin mengalami disinflasi di mana tingkat inflasi melemah dengan persentase yang lebih rendah daripada sebelumnya.
PDB riil sama dengan PDB potensial
Karena PDB riil sama dengan PDB potensial, perekonomian menghasilkan output pada kapasitas penuhnya. Dengan kata lain, perekonomian beroperasi pada lapangan kerja penuh (full employment).
Dalam situasi ini, tingkat pengangguran berada pada tingkat alaminya. Pasar tenaga kerja hanya meninggalkan pengangguran struktural dan friksional, yang mana tidak akan pernah nol bahkan ketika perekonomian beroperasi pada kapasitas penuhnya.
PDB riil melebihi PDB potensial
Pergeseran kurva permintaan agregat dan penawaran agregat jangka pendek mungkin menyebabkan PDB riil lebih tinggi daripada PDB potensial. Ini disebut sebagai kesenjangan output positif karena perekonomian menghasilkan output melebihi kapasitas penuhnya. Dalam kondisi ini, bisnis mengoperasikan fasilitas produksi jauh di atas kapasitas mereka yang paling efisien.
Kesenjangan output positif disebut juga dengan kesenjangan ekspansioner karena perekonomian berada pada fase ekspansi. Itu juga kita sebut dengan kesenjangan inflasioner karena tekanan inflasi meningkat.
Karena beroperasi melebihi kapasitas produksinya, perekonomian menghadapi pasar tenaga kerja yang ketat. Tingkat pengangguran rendah dan berada di bawah tingkat alaminya. Penurunan lebih lanjut tingkat pengangguran akan menghasilkan tekanan yang semakin kuat terhadap inflasi.
Bagaimana ekuilibrium makroekonomi jangka pendek berubah?
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, ekuilibrium makroekonomi jangka pendek seringkali menyimpang dari output potensial. Kurva permintaan agregat dan kurva penawaran agregat jangka pendek bergeser ke kanan atau ke kiri karena rangsangan eksternal. Akibatnya, ekuilibrium makroekonomi jangka pendek juga ikut berubah. Lantas bagaimana pergeseran kedua kurva berimplikasi terhadap ekuilibrium makroekonomi jangka pendek dan perekonomian? Mari kita bahas empat skenario berikut:
- Permintaan agregat menurun
- Permintaan agregat meningkat
- Penawaran agregat jangka pendek menurun
- Penawaran agregat jangka pendek meningkat
Untuk pembahasan, asumsikan perekonomian sedang berada pada kapasitas penuhnya. Sehingga, PDB riil sama dengan PDB potensial.
Penurunan permintaan agregat
Permintaan agregat menurun karena beberapa sebab, seperti:
- Kebijakan moneter ketat. Misalnya, bank sentral menaikkan suku bunga atau menaikkan rasio giro wajib minimum (reserve requirement ratio).
- Kebijakan fiskal ketat. Misalnya pemerintah menaikkan pajak atau memangkas pengeluaran.
- Kepercayaan konsumen jatuh. Sebagai akibatnya, mereka mengurangi pengeluaran konsumsi.
- Apresiasi nilai tukar. Akibatnya, barang luar negeri menjadi lebih murah bagi pembeli domestik, mendorong impor. Sebaliknya, barang domestik menjadi lebih mahal bagi pembeli di luar negeri, menurunkan ekspor.
- Resesi global. Akibatnya, ekspor turun karena permintaan di pasar internasional jatuh.
Faktor-faktor di atas menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke kiri. Sebagai hasilnya, ekuilibrium jangka pendek berada di sebelah kiri kurva penawaran agregat jangka panjang. Dan perekonomian beroperasi di bawah kapasitas penuhnya, mengakibatkan PDB riil kurang dari PDB potensial.
Penurunan permintaan agregat menyebabkan tekanan ke bawah pada tingkat harga. Bisnis menghadapi prospek keuntungan yang lebih lemah. Situasi ini mendorong mereka untuk memangkas output.
Pada awalnya, bisnis mungkin tidak langsung mem-PHK karyawan. Melainkan, mereka hanya menghentikan perekrutan sambil mengambil langkah efisiensi. Sehingga, tingkat pengangguran mungkin belum turun signifikan. Selain itu, perekonomian mungkin hanya mengalami disinflasi di mana tingkat inflasi lebih rendah daripada sebelumnya.
Tapi, jika permintaan agregat turun lebih lanjut, tekanan terhadap profitabilitas meningkat. Akhirnya, bisnis mengurangi produksi lebih lanjut. Mereka mulai mengurangi tenaga kerja. Akibatnya, tingkat pengangguran meningkat.
Peningkatan tingkat pengangguran memperburuk prospek pekerjaan dan pendapatan. Rumah tangga merespon situasi ini dengan mengurangi pengeluaran konsumsi. Akibatnya, permintaan agregat turun lebih dalam dan mungkin menghasilkan deflasi di mana tingkat inflasi berada pada teritori negatif.
Peningkatan permintaan agregat
Peningkatan permintaan agregat terjadi karena beberapa alasan, termasuk:
- Kebijakan moneter longgar. Misalnya, bank sentral memangkas suku bunga atau menurunkan rasio giro wajib minimum (reserve requirement ratio).
- Kebijakan fiskal longgar. Misalnya, pemerintah memangkas pajak atau menaikkan pengeluaran.
- Kepercayaan konsumen yang kuat. Sebagai akibatnya, mereka optimis dengan pendapatan dan pekerjaan mereka, mendorong mereka untuk meningkatkan pengeluaran konsumsi.
- Depresiasi nilai tukar. Konsekuensinya, barang luar negeri menjadi lebih mahal bagi pembeli domestik, menurunkan impor. Sebaliknya, barang domestik menjadi lebih murah bagi pembeli di luar negeri, mendorong peningkatan ekspor.
- Pertumbuhan ekonomi global yang kuat. Sebagai hasilnya, ekspor meningkat karena permintaan di pasar internasional yang kuat.
Peningkatan permintaan agregat menyebabkan kurvanya bergeser ke kanan, membuat perekonomian beroperasi di atas kapasitas penuhnya. Sebagai hasilnya, PDB riil melebihi PDB potensial. Situasi ini menghasilkan tekanan ke atas inflasi. Sebaliknya, tingkat pengangguran rendah.
Peningkatan permintaan agregat menginsentif bisnis untuk meningkatkan output. Mereka melihat prospek keuntungan yang kuat, mendorong mereka untuk menaikkan produksi untuk memperoleh lebih banyak uang. Untuk memenuhi permintaan, mereka juga meningkatkan investasi, misalnya dengan membeli mesin atau mendirikan fasilitas produksi.
Selain meningkatkan investasi, bisnis juga meningkatkan perekrutan dan memaksimalkan tenaga kerja yang ada, misalnya dengan lembur. Sebagai akibatnya, tingkat pengangguran menurun.
Di satu sisi, penurunan tingkat pengangguran membuat pasar tenaga kerja lebih ketat. Penawaran tenaga kerja menjadi lebih langka, terutama mereka yang berkualifikasi. Sebagai akibatnya, upah nominal merangkak naik karena bisnis bersaing untuk merekrut mereka.
Peningkatan upah nominal meningkatkan biaya. Menghadapi situasi ini, bisnis meneruskan kenaikan biaya ke harga jual. Sebagai akibatnya, tekanan inflasi meningkat.
Di sisi lain, penurunan tingkat pengangguran, lembur dan kenaikan upah memperbaiki prospek pekerjaan dan pendapatan. Rumah tangga menjadi lebih optimis. Sebagai akibatnya, mereka meningkatkan pengeluaran konsumsi, mendorong peningkatan lebih lanjut dalam permintaan agregat.
Permintaan agregat yang lebih kuat mendorong bisnis untuk meningkatkan output lebih lanjut. Mereka meningkatkan perekrutan, membuat pasar tenaga kerja semakin lebih ketat. Situasi ini mengakibatkan upah nominal naik lebih lanjut, dan pada akhirnya, mendorong ke atas inflasi.
Tanpa intervensi pemerintah, peningkatan inflasi membuat perekonomian menjadi terlalu panas. Tingkat inflasi melaju secara tajam, misalnya melalui spiral upah-harga. Spiral terjadi ketika peningkatan upah nominal meningkatkan inflasi dan pada akhirnya mendorong upah nominal meningkat lebih tinggi. Akibatnya, tingkat inflasi meningkat lebih lanjut. Situasi ini terus berlanjut hingga menciptakan spiral. Biasanya, pemerintah akan mengambil kebijakan ekonomi lebih ketat, seperti dengan menaikkan suku bunga atau pajak untuk memoderasi tekanan inflasi.
Penurunan penawaran agregat jangka pendek
Penurunan penawaran agregat jangka pendek menggeser kurvanya ke kiri. Itu bisa diakibatkan oleh beberapa faktor, termasuk:
- Upah yang lebih tinggi
- Kenaikan harga input seperti energi dan bahan baku
- Kenaikan pajak bisnis
- Subsidi produksi dihapus
Penurunan penawaran agregat jangka pendek menyebabkan ekuilibrium jangka pendek berada di sebelah kiri kurva penawaran agregat jangka panjang. Sebagai hasilnya, PDB riil turun karena perekonomian beroperasi di bawah kapasitas penuhnya. Dan PDB riil kurang dari output potensial. Mengasumsikan permintaan agregat tidak berubah, penurunan PDB riil menyebabkan tekanan ke atas pada tingkat harga.
Situasi tersebut mengakibatkan kesenjangan output negatif di dalam perekonomian. Tapi, tidak seperti kesenjangan negatif akibat penurunan permintaan agregat (di mana itu menghasilkan penurunan tingkat harga), kesenjangan negatif akibat penurunan dalam penawaran agregat jangka pendek menyebabkan kenaikan tingkat harga.
Selain itu, tingkat pengangguran juga lebih tinggi karena perekonomian beroperasi di bawah kapasitas penuhnya, menyebabkan beberapa sumber daya, termasuk tenaga kerja, menganggur. Akibatnya, inflasi yang lebih tinggi menyertai pengangguran yang lebih tinggi dalam jangka pendek.
Kita menyebut situasi tersebut sebagai stagflasi (dari kata “stagnan” dan “inflasi”). Penurunan output disertai dengan inflasi yang tinggi, yang mana pernah terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1980-an. Lonjakan harga minyak adalah diantara penyebab yang biasanya dikutip.
Minyak digunakan hampir di seluruh industri, mulai sebagai bahan baku hingga bahan bakar. Sehingga, kenaikannya tidak hanya menyebabkan biaya produksi meningkat tajam, mendorong bisnis memangkas output. Tapi, itu juga mendorong harga barang dan jasa melonjak.
Karena output perekonomian jatuh, pengambil kebijakan mungkin akan mengenalkan kebijakan ekonomi longgar untuk mendorong produksi, misalnya dengan pemangkasan suku bunga. Kebijakan ini meningkatkan permintaan agregat dan menggeser kurvanya ke kanan (dari AD0 ke AD1), mengarahkan perekonomian menuju ekuilibrium jangka panjang. Tapi, langkah ini memunculkan konsekuensi lainnya, yakni inflasi meningkat lebih tinggi. Jika penurunan penawaran agregat jangka pendek mendorong tingkat harga naik dari P0 ke P1, maka kebijakan ini meningkatkan tingkat harga lebih tinggi (ke P2).
Peningkatan penawaran agregat jangka pendek
Penurunan upah bisa menyebabkan peningkatan penawaran agregat jangka pendek, menggeser kurvanya ke kanan. Karena sebelumnya, perekonomian sedang berada pada lapangan kerja penuh, peningkatan tersebut membuat perekonomian berada di atas kapasitas penuhnya. Dengan kata lain, PDB riil melebihi PDB potensial.
Selain penurunan upah, kurva penawaran agregat jangka pendek bergeser ke kanan karena:
- Penurunan harga input
- Pemangkasan pajak bisnis
- Subsidi produksi
Faktor-faktor tersebut menurunkan biaya produksi, mendorong bisnis untuk meningkatkan output mereka. Sehingga, perekonomian menghasilkan lebih banyak output pada tingkat harga yang lebih rendah, mengasumsikan konstan permintaan agregat.
Situasi tersebut mungkin berlangsung sementara. Dan perekonomian kembali menuju ke ekuilibrium jangka panjangnya.
Atau, itu bisa permanen karena kurva penawaran agregat jangka pendek dan kurva penawaran agregat jangka panjang bersama-sama bergeser ke kanan. Sehingga, ekuilibrium makroekonomi jangka panjang yang baru tercapai dengan output potensial yang lebih tinggi. Bagaimana ini bisa terjadi?
Peningkatan produktivitas adalah alasannya. Misalnya, tenaga kerja menjadi lebih produktif karena perbaikan sumber daya manusia, misalnya melalui pendidikan dan pelatihan. Atau, perekonomian berinvestasi dalam modal fisik yang lebih canggih. Dan kemajuan teknologi juga menjadi faktor kunci lainnya.
Faktor-faktor tersebut memungkinkan perekonomian memiliki kapasitas produktif yang lebih tinggi. Akibatnya, perekonomian bisa menghasilkan output potensial yang lebih banyak daripada sebelumnya. Dalam jangka pendek, peningkatan produktivitas akhirnya mengarah pada peningkatan output pada biaya yang lebih rendah.
Bacaan selanjutnya
- Ekuilibrium Makroekonomi: Konsep, Jangka Pendek dan Jangka Panjang
- Ekuilibrium Makroekonomi Jangka Pendek Dan Implikasinya pada Perekonomian?
- Ekuilibrium Makroekonomi Jangka Panjang dan Penjelasan Lengkapnya