Contents
Apa itu: Resesi ekonomi (economic recession) adalah periode lebih parah daripada kontraksi di mana PDB riil adalah negatif selama dua kuartal berturut-turut. Resesi yang parah kita sebut depresi.
Depresi lebih lama daripada resesi. Itu dapat berlangsung selama lebih dari tiga tahun, bahkan hingga satu dekade. Sedangkan, sejak Perang Dunia II, resesi rata-rata berlangsung sekitar 11 bulan dan dapat lebih lama sebagaimana Resesi Hebat (Great Recession), yakni sekitar 18 bulan. Selain lebih bertahan lama, kejatuhan ekonomi selama depresi adalah lebih dalam, di mana PDB riil turun lebih dari 10%.
Resesi adalah bagian normal dari siklus bisnis. Itu adalah bentuk kontraksi, namun berlangsung lebih lama dan menciptakan ekspektasi negatif terhadap prospek ekonomi, pendapatan, dan lapangan kerja.
Apa contoh resesi ekonomi
Mengutip laman Wikipedia, berikut ini adalah daftar resesi yang pernah terjadi di Amerika Serikat.
- Resesi 1973–75 akibat kombinasi crash di pasar saham dan lonjakan tajam harga minyak. Resesi berlangsung selama 1 tahun 4 bulan.
- Resesi 1981 – 1982, sekitar 15 bulan. Kombinasi lonjakan tajam harga minyak dan kenaikan suku bunga agresif oleh bank sentral memicu kejatuhan ekonomi.
- Resesi 1990 – 1991 sekitar 8 bulan. Pemicunya adalah kombinasi dari kenaikan agresif suku bunga, guncangan harga minyak, akumulasi utang dan peningkatan pesimisme konsumen.
- Resesi 2001 – 2001 sekitar 8 bulan. Pemicunya adalah runtuhnya gelembung dot-com dan jatuhnya pengeluaran bisnis dan investasi.
- Resesi Hebat 2007-2009 diawali dengan pecahnya gelembung aset di sektor perumahan. Resesi bertahan hingga sekitar 18 bulan.
Apa saja tanda-tanda resesi ekonomi
Sulit untuk memprediksi kapan resesi akan terjadi. Tidak ada cara yang pasti untuk mengetahuinya. Saya tidak akan membahas bagaimana anda dapat secara akurat memprediksi resesi. Sebaliknya, saya hanya akan membahas beberapa indikator yang berguna dan menjadi sinyal awal resesi.
Kurva imbal hasil terbalik (inverted yield curve) adalah salah satu prediktor resesi. Setidaknya, itu berlaku untuk ekonomi Amerika Serikat. Biasanya, 18 bulan setelah terjadinya kurva imbal hasil terbalik, perekonomian Amerika Serikat mengalami resesi.
Tepat sebelum resesi, imbal hasil jangka pendek naik lebih cepat daripada imbal hasil jangka panjang. Hasilnya, imbal hasil jangka pendek lebih tinggi daripada imbal hasil jangka panjang. Itu menyebabkan kurva imbal hasil terbalik.
Kenaikan cepat imbal hasil jangka pendek menyiratkan kenaikan risiko dalam waktu dekat. Oleh karena itu, investor meminta premi yang lebih tinggi.
Kurva imbal hasil terbalik menyalahi kurva imbal hasil normal, dimana imbal hasil jangka pendek lebih rendah daripada imbal hasil jangka panjang. Kurva yield normal menyiratkan bahwa ketidakpastian jangka panjang lebih tinggi daripada jangka pendek, dan oleh karena itu, premi risiko juga lebih besar.
Rata-rata jam kerja mingguan di manufaktur menurun. Pada awal resesi, pemanufaktur tidak akan langsung mengurangi tenaga kerja. Sebaliknya, mereka akan menyesuaikan jam kerja untuk merasionalisasi biaya operasi dalam menanggapi pelemahan permintaan.
Mereka akan mengamati perkembangan permintaan barang dan jasa lebih lanjut. Jika permintaan kembali jatuh, mereka lebih yakin untuk memangkas tenaga kerja.
Pesanan baru barang modal. Ketika kontraksi berlangsung, perusahaan akan membatalkan atau menghentikan pesanan baru untuk pabrik dan peralatan. Itu menyiratkan berkurangnya permintaan agregat di masa depan.
Indeks komposit saham. Harga saham merupakan cerminan ekspektasi investor atas pertumbuhan dan prospek perusahaan di masa depan. Jika indeks jatuh, investor mengekspektasikan penjualan dan laba perusahaan di masa depan turun, mengindikasikan pelemahan dalam ekonomi.
Kejatuhan harga saham melemahkan permintaan melalui efek kekayaan. Untuk negara maju, investasi saham adalah salah satu medium alokasi kekayaan bagi sebagian besar rumah tangga. Harga saham yang lebih rendah menurunkan kekayaan rumah tangga, yang dapat menyebabkan penurunan belanja konsumen.
Harga saham yang menurun juga dapat mempengaruhi investasi bisnis. Perusahaan mengandalkan modal ekuitas untuk mendanai investasi. Ketika harga saham jatuh, pengumpulan dana melalui penerbitan saham baru tidak optimal. Jadi, mereka mungkin akan menunda investasi.
Mengapa resesi ekonomi terjadi
Resesi muncul karena kombinasi dari kejadian seperti lonjakan harga minyak, pecahnya gelembung aset, spekulasi, dan kebijakan ekonomi agresif. Mereka memperburuk pelemahan ekonomi melalui efeknya terhadap biaya produksi, lapangan kerja, pendapatan, ekspektasi, dan permintaan agregat.
Selain itu, fenomena mewabahnya penyakit menjadi penyebab lainnya resesi. Contohnya adalah COVID-19, yang mana telah menjatuhkan aktivitas ekonomi dan bisnis. Fenomena semacam itu akan menjadi subyek baru dalam penelitian ekonomi, mengingat belum pernah terjadi sebelumnya (dalam skala masif).
Kenaikan tajam harga minyak
Lonjakan harga minyak menyebabkan pergeseran struktural dalam industri. Lonjakan harga dapat memicu kenaikan biaya di banyak industri. Minyak tidak hanya digunakan untuk bahan bakar, tetapi juga untuk banyak produk turunan lainnya, termasuk plastik. Kenaikannya memicu lonjakan biaya logistik dan biaya produksi dalam ekonomi.
Output jatuh dan pada saat bersamaan, inflasi melonjak. Itu tidak hanya memunculkan resesi, tetapi juga inflasi. Kondisi ini kita sebut sebagai stagflasi, yang mana pernah terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1970-an.
Stagflasi adalah dilema bagi kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Kedua kebijakan tidak efektif mengatasi stagflasi karena sumber masalah ada di sisi pasokan. Sedangkan, keduanya adalah kebijakan sisi permintaan, yakni mempengaruhi ekonomi melalui permintaan agregat. Kebijakan ekspansif hanya akan menghasilkan inflasi yang lebih tinggi. Sebaliknya, kebijakan kontraktif hanya akan memperdalam resesi.
Keruntuhan gelembung aset
Pecahnya gelembung aset perumahan memicu resesi hebat di Amerika Serikat di tahun 2007-2009. Begitu juga, resesi di tahun resesi 2001 – 2001 berawal dari runtuhnya gelembung dotcom. Runtuhnya gelembung membawa kepanikan dalam perekonomian dan merembet ke variabel ekonomi lainnya seperti belanja dan investasi.
Aktivitas spekulasi
Krisis keuangan Asia di tahun 1997-1999 berawal dari spekulasi mata uang dan aliran uang panas. Pada saat itu, sebagian negara Asia, seperti Indonesia, mengadopsi kebijakan mata uang mengambang terkendali. Spekulasi memicu depresiasi tajam nilai tukar dan memaksa campur tangan pemerintah melalui cadangan devisa dan devaluasi nilai tukar.
Tapi, campur tangan pemerintah tidak cukup untuk menstabilkan nilai tukar. Itu memicu krisis mata uang lanjutan dan segera merembet ke perekonomian.
Tingginya utang dalam dolar AS juga semakin memperburuk nilai tukar. Perusahaan yang meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih tinggi. Mereka bereaksi dengan membeli dolar melalui penjualan mata uang domestik, yang mana semakin merusak nilai tukar.
Pengetatan jumlah uang beredar
Kebijakan moneter mempengaruhi ekonomi melalui jumlah uang beredar. Ketika bank sentral mengadopsi kebijakan moneter kontraksioner, itu mengurangi jumlah uang beredar dalam perekonomian. Likuiditas di pasar keuangan mengering, mendorong kenaikan suku bunga.
Kenaikan suku bunga menyebabkan biaya pinjaman baru lebih mahal. Rumah tangga mengandalkan pinjaman untuk membiayai pembelian barang tahan lama seperti mobil dan rumah. Sedangkan, bisnis mengandalkan pinjaman untuk membiayai investasi. Jika suku bunga melonjak tajam, konsumsi dan investasi (keduanya adalah komponen permintaan agregat) jatuh, memicu pelemahan ekonomi, dan dapat mengarah pada resesi.
Bagaimana resesi mempengaruhi ekonomi dan bisnis
Selama resesi, kita akan melihat memburuknya sejumlah indikator aktivitas ekonomi.
Output ekonomi jatuh. Anda akan melihat PDB riil jatuh selama lebih dari dua kuartal berturut-turut. Itu menciptakan ekspektasi negatif di kalangan bisnis dan rumah tangga. Belanja rumah tangga dan bisnis melemah, menyebabkan kontraksi lebih lanjut dalam output, lapangan kerja, pendapatan dan keuntungan.
Permintaan barang dan jasa melemah. Selama resesi orang menghabiskan lebih sedikit dari sebelumnya, yang menurunkan penjualan dan memperburuk aktivitas bisnis. Rumah tangga memotong pengeluaran.
Di awal resesi, pemangkasan terutama untuk barang tahan lama. Namun, jika resesi semakin dalam, penurunan belanja dapat terjadi pada sebagian besar barang dan jasa.
Permintaan barang modal baru turun. Investasi barang modal hanya akan menciptakan ekses pasokan, menurunkan harga dan profitabilitas mereka. Oleh karena itu, di awal resesi, bisnis akan membatalkan pesanan barang modal dan pembangunan pabrik baru karena prospek bisnis tidak mendukung.
Sebaliknya, mereka memperbaiki peralatan lama agar tetap beroperasi. Oleh karena itu, selama resesi, investasi barang modal menurun tajam.
Tingkat pengangguran naik. Merespon awal resesi, bisnis pertama kali akan memangkas jam kerja sambil menunggu perkembangan permintaan lebih lanjut. Upaya lainnya adalah mengurangi jumlah pekerja sementara. Mereka tidak langsung memberhentikan pekerja tetap karena biaya perekrutan lebih mahal daripada mempertahankan mereka.
Ketika permintaan semakin melemah, perusahaan kemudian akan melakukan pemutusan hubungan kerja langsung untuk menjaga profitabilitas.
Daya beli jatuh. Banyak orang tidak memiliki pemasukan karena menganggur. Mereka mengandalkan tabungan atau pembayaran transfer dari pemerintah untuk hidup. Hasilnya, daya beli jatuh dan mendorong konsumen untuk mengurangi permintaan barang dan jasa.
Penurunan permintaan semakin menekan pendapatan bisnis. Itu pada akhirnya mengarah pada pemangkasan tenaga kerja lebih lanjut, mendorong tingkat pengangguran semakin tinggi.
Deflasi muncul. Penurunan permintaan juga menyebabkan penurunan harga barang dan jasa, meningkatkan tekanan deflasi. Di sisi lain, perusahaan menghadapi penumpukan barang di gudang karena penjualan menurun. Mereka pada akhirnya berusaha menurunkan harga demi mengurangi penumpukan persediaan di gudang.
Deflasi utang. Deflasi adalah kebalikan dari inflasi dan terjadi ketika harga barang dan jasa pada umumnya jatuh. Karena harga turun, daya beli uang meningkat. Anda dapat membeli lebih banyak barang daripada sebelumnya dengan nominal uang yang sama.
Deflasi menguntungkan pemberi pinjaman dan merugikan peminjam. Ambil contoh sederhana, anda meminjam uang Rp10. Dengan uang tersebut anda dapat membeli 10 produk XYZ. Itu berarti harga per unit adalah Rp1.
Deflasi terjadi dan harga turun sekitar 20%. Asumsikan, persentase penurunan yang sama juga terjadi pada produk XYZ. Jadi, harganya sekarang adalah Rp0,8.
Karena anda berhutang Rp10, maka anda tetap mengeluarkan uang Rp10 untuk melunasi pinjaman. Sebaliknya, dengan uang tersebut, pemberi pinjaman dapat membeli barang XYZ lebih banyak dari sebelumnya, yakni dari 10 unit menjadi 12,5 unit (Rp10/Rp0,8).
Anda juga dapat menggunakan rumus suku bunga nominal untuk mengetahui dampak deflasi terhadap utang. Suku bunga nominal adalah suku bunga yang anda tanggung ketika meminjam uang.
Suku bunga nominal = Suku bunga riil + Tingkat inflasi
Jadi, ketika deflasi, anda seharusnya mendapatkan suku bunga nominal yang lebih rendah karena tingkat inflasi negatif.
Investor merelokasi portofolio ke aset yang lebih aman. Aset obligasi pemerintah dan instrumen safe haven adalah target utama investor. Mereka juga memindahkan investasi saham ke saham defensif, seperti perusahaan utilitas, yang mana menawarkan arus kas yang stabil. Strategi lainnya selama resesi adalah berinvestasi di perusahaan dengan utang rendah, arus kas yang baik, dan neraca yang kuat.
Sebaliknya, investor menjauhi aset yang lebih berisiko. Obligasi sampah (junk bonds) melihat penurunan harga yang signifikan seiring meningkatnya risiko gagal bayar. Selain itu, investor juga menghindari saham perusahaan yang memiliki leverage tinggi, spekulatif atau siklikal.
Apa solusi yang mungkin untuk mengatasi resesi
Ekonom klasik menyarankan pemerintah tidak seharusnya melakukan intervensi. Mereka percaya bahwa ekonomi akan kembali menuju equilibrium dengan sendirinya jika resesi terjadi.
Resesi akan menurunkan upah nominal. Kejatuhan aktivitas ekonomi meningkatkan tingkat pengangguran. Pasar tenaga kerja menghadapi ekses pasokan tenaga kerja, yang mana menekan ke bawah upah. Para pekerja bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang tersedia.
Upah yang lebih rendah mengurangi biaya produksi, mendorong perusahaan untuk menaikkan produksi. Itu pada gilirannya, meningkatkan penawaran agregat jangka pendek dan mengembalikan ekonomi ke keseimbangannya.
Kebijakan fiskal ekspansif (expansionary fiscal policy)
Keynesian berpandangan bahwa pemerintah seharusnya turun tangan melalui kebijakan fiskal. Pemerintah merangsang permintaan agregat melalui:
- Peningkatan belanja pemerintah seperti pembayaran transfer dan investasi modal.
- Penurunan tarif pajak
Pembayaran transfer, seperti tunjangan pengangguran menjaga konsumsi. Itu menjadi sumber pemasukan bagi mereka yang menganggur, sehingga daya beli dan konsumsi mereka tidak jatuh semakin dalam.
Investasi modal oleh pemerintah vital. Perekonomian tidak dapat mengandalkan investasi swasta. Swasta berorientasi laba. Ketika resesi, permintaan dan penjualan turun, profil keuangan dan arus kas mereka memburuk. Jadi, tidak masuk akal bagi mereka untuk berinvestasi. Begitu juga, rumah tangga tidak mau meningkatkan belanja barang dan jasa karena memiliki lebih sedikit pemasukan.
Intervensi pemerintah menjadi solusi untuk menggerakkan permintaan agregat. Investasi semacam itu akan menciptakan lebih banyak pekerjaan, pendapatan dan permintaan terhadap barang dan jasa. Pengeluaran awal pemerintah memiliki efek besar terhadap perekonomian melalui efek pengganda.
Penurunan pajak mendorong rumah tangga untuk membelanjakan lebih banyak. Penurunan tarif pajak berarti rumah tangga mengeluarkan lebih sedikit uang untuk pajak dan lebih banyak uang untuk membeli barang dan jasa. Demikian juga, penurunan pajak tidak langsung akan menurunkan harga barang kena pajak, mendorong lebih banyak permintaan.
Kebijakan moneter ekspansif (expansionary monetary policy)
Bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar untuk merangsang perekonomian. Beberapa opsinya adalah:
- Menurunkan suku bunga kebijakan
- Operasi pasar terbuka melalui pembelian surat berharga pemerintah
- Menurunkan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio).
Ketiganya meningkatkan jumlah uang beredar dan likuiditas di pasar keuangan, mendorong suku bunga turun dan meningkatkan ketersediaan kredit. Rumah tangga dan perusahaan dapat mengajukan pinjaman baru berbiaya lebih rendah untuk membiayai pembelian barang tahan lama (seperti mobil dan rumah) dan investasi modal. Itu pada akhirnya merangsang permintaan agregat dan mendorong ekonomi untuk segera pulih dari resesi.
Selanjutnya, anda mungkin pernah mendengar kebijakan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing atau QE)? Ya, Bank Sentral di Amerika Serikat dan Zona Euro mengadopsinya untuk menstimulus perekonomian paska krisis 2007-2009.
QE pada dasarnya adalah operasi terbuka. Bank sentral membeli surat berharga pemerintah, tapi dalam skala yang jauh lebih signifikan. Pembelian berarti uang berpindah dari bank sentral ke pemegang surat berharga pemerintah (biasanya bank komersial). Akhirnya, Bank memiliki lebih banyak uang untuk dipinjamkan. Itu, secara teori, akan mendorong permintaan agregat dan merangsang pertumbuhan ekonomi.
Bacaan selanjutnya
- Depresi Ekonomi: Penyebab, Contoh, Efek, Solusi yang Mungkin
- Ekspansi Ekonomi: Definisi, Karakteristik, Faktor Pemicu, Dampak
- Fase Palung Dari Siklus Bisnis: Definisi dan Karakteristiknya
- Fase Puncak Siklus Bisnis: Arti, Karakteristik
- Keruntuhan Ekonomi: Tanda, Penyebab, dan Contoh
- Kontraksi Ekonomi: Definisi, Penyebab dan Dampaknya
- Krisis Ekonomi: Jenis dan Dampaknya
- Ledakan Ekonomi: Definisi, Ciri-Ciri, Dampak
- Pemulihan Ekonomi: Definisi, Jenis dan Karakteristiknya
- Resesi Ekonomi: Penyebab, Efek, dan Kemungkinan Solusi
- Siklus Bisnis Riil: Konsep, Asumsi, Penyebab, Kritik
- Siklus Bisnis: 4 Fase, Karakteristik dan Efeknya
- Siklus Kondratieff: Definisi, Rincian Siklus dan Kritik